Mohon tunggu...
Eko Windarto
Eko Windarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Esainya pernah termuat di kawaca.com, idestra.com, mbludus.com, javasatu.com, pendidikannasional.id, educasion.co., kliktimes.com dll. Buku antologi Nyiur Melambai, Perjalanan. Pernah juara 1 Cipta Puisi di Singapura 2017, juara esai Kota Batu 2023
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

esai

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dalam Membaca "Hujan" di Antara Perjalanan Dua Penyair

17 Januari 2024   04:53 Diperbarui: 17 Januari 2024   05:03 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Pada bait kedua, tersirat kenangan masa kecil yang suka bermain di bawah terang bulan purnama. Ia tak bisa melupakan  tradisi anak-anak desa yang suka main jumpritan atau main tebak-tebakan. Itu terlihat pada larik yang berbunyi seperti ini / hujan serupa burung di negeri satwa/ atau laksana kanak-kanak/ memainkan tradisi lama/ saat bulan purnama/. Penyair jelas-jelas masih terkenang masa lalu yang tak bisa berpaling dari kenangan itu.

Lagi-lagi sang penyair intens dalam diksi hujan. Hujan merupakan anugerah bagi siapa pun yang pandai bersyukur. Petani sangat menantikan hujan bertandang mengguyur tanaman-tanaman di ladang maupun di sawah. Coba baca bait tiga / hujan serupa senyum petani/ saat tanam tiba/ atau seperti binar sesiapa/ saat berasmaragama. Jelas-jelas dia menggambarkan musim tanam telah tiba. Betul-betul intens dan rinci Agung Pranoto menggambarkan dalam membaca musim.

Mari kita sandingkan dengan puisi Kim Nana dalam judul RIWAYAT PERJALANAN

Gerimis menyisakan kesepian
Sepanjang aspal jalanan
Pohon-pohon berbaris memagari
Riwayat yang menyelimuti kenangan

Telah puluhan purnama
Menggabungkan namamu
ke segenap penjuru
Tapi gedung-gedung membisu
Pagar taman pun  membeku
Orang-orang seperti mengusung jenazah
Diam dalam aroma kematian

Tak ada alamat yang bisa dibaca
Selain angka-angka berhamburan
Dari mulut orang lalu lalang
Dengan senyum menggenggam belati

Gerimis bagai barisan pengantar kematian
Dan,
Engkau sudah menjelma menjadi catatan
perjalanan yang belum tersuratkan

2017

Jika puisi Agung Pranoto hujan menjadi diksi yang intens, maka Kim Nana sang guru SMPN  ini gerimis yang dijadikan diksi untuk memenuhi kebutuhan sang Bu guru untuk memperlebar puisinya. Dia mencoba  membaca jalanan yang sering ia lalui. Kenangan itu terlihat pada larik puisinya / Gerimis menyisakan kesepian/ Sepanjang aspal jalanan/ Pohon-pohon berbaris memagari/ Riwayat yang menyelimuti kenangan/. Dalam melalui jalan yang tiap hari ia lalui menjadi catatan tersendiri bagi dirinya. Memang tiap orang mempunyai pengalaman dan kenangan tersendiri. Dia mampu mencatat dalam puisi hatinya. Betul-betul waooo.

Berpuluh-puluh purnama telah dia lalui dengan seksama. Dalam perjalanannya dia masih juga memikirkan nasib orang lain. Itu terlihat pada aku lirik berlagu / Telah puluhan purnama/ Menggabungkan namamu/ ke segenap penjuru/ Tapi gedung-gedung membisu/ Pagar taman pun membeku/ Orang-orang seperti mengusung jenazah/ Diam dalam aroma kematian/. Sang penyair merasakan orang-orang sekarang tak mau tahu dengan keadaan orang lain. Atau orang sekarang tak mau saling bertegur sapa. Dia gambarkan orang sekarang diam seperti jenazah. Kritikannya begitu halus hampir tak terlihat nyinyirnya.

Satirnya memang halus sehalus hati penyairnya. Ya, memang dia sangat merasakan betapa sulitnya dia menemukan orang bicara apa adanya tanpa kesombongan yang selalu didengung-dengungkan lewat kekayaan dari hasil yang belum tentu halal. Ternyata menurut penyair bahwa orang-orang kaya itu selalu menggunakan uangnya untuk menindas yang lemah dan miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun