Mohon tunggu...
Eko Wibowo
Eko Wibowo Mohon Tunggu... -

Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta, bergabung dengan FOTKOM 401

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antiknya Pasar Triwindu

31 Desember 2013   08:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:19 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Surakarta adalah salah satu kota yang memiliki berbagai ragam sejarah dan kebudayaan yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. Salah satu destinasi yang menarik dalam sebuah kota yang menjadi salah satu pusat kebudayaan Jawa yang memiliki kratonnya ini ialah pasar triwindu.

Pasar Triwindu yang berada di tengah Kota Solo, yaitu didepan pura mangkunegaran tepatnya di jalan diponegoro, keprabon, banjarsari. Berkeliling di pasar ini membuat mata tak henti menatap barang dagangan, penjual pun beraneka ragam seperi penjual kamera bekas,piringan hitam, cindramata, lukisan. Beraneka ragam barang antik dan unik seperti aneka koleksi kain batik, uang dan koin kuno, cap batik, wayang-wayang yang terlukis di papan kayu tua, tidak ketinggalan pula lukisan-lukisan tua, hingga setrika arang, foto lama, dan lain-lain. Yanto (57), merupakan penjual musik piringan hitam. “ saya memiliki dua pemutar musik dengan piringan hitam, dari inggris dan india” tegasnya. “Harganya pun cukup fantatsis sekitr enam juta rupiah” imbuhnya lagi.

Tak jarang, barang-barang antik yang dijual di pasar ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Menyusuri lorong-lorong pasar dengan barang-barang antik yang bertaburan di kanan kirinya, akan membuat kita merasa berada di era masa lampau. Pada tanggal 5 juli 2008 pasar ini telah mengalami renovasi untuk menyesuaikan dengan arsitektur bangunan budaya solo.

Sodiq (43), juru parkir yang biasa bertugas dipasar Triwindu, mengatakan setelah dilakukan renovasi pada pasar triwindu tempatnya menjadi lebih nyaman dan lebih tertata rapi. Tidak seperti dulu saat belum dilakukan renovasi dimana setiap pengunjung memarkirkan motornya disembarang tempat. “Sebelum direnovasi tempat ini terlihat semrawut oleh pengunjung yang tidak tertib, namun setelah direnovasi lingkungan disekitaran pasar terlihat lebih nyaman dan tertata” ujarnya.

Namun sayang, semenjak dipugar menjadi megah, pasar ini berubah namanya menjadi Pasar Windujenar oleh Pemkot setempat. Padahal, merujuk pada sisi sejarah berdirinya pasar tersebut adalah untuk memperingati KGPAA Mangkunagoro VII yang telah bertahta selama 24 tahun atau istilahnya adalah triwindu. Akhirnya, pada 17 Juni 2011 nama pasar ini dikembalikan sesuai aspek historisnya, yaitu dari nama windujenar berubah kambali menjadi Pasar Triwindu yang diresmikan oleh walikota surakarta saat itu yaitu joko widodo.

Pasar ini memulai aktivitas setiap hari mulai jam 09.00 WIB sampai dengan jam 18.00 WIB. Untuk memasuki kawasan pasar ini tidak ada biaya tiket masuk. Setiap harinya banyak orang yang berkunjung ke Pasar Triwindu untuk berburu barang antik Kebanyakan dari mereka adalah kolektor-kolektor benda antik yang ingin menambah koleksi dan memuaskan diri sendiri, tak jarang hanya orang-orang yang sekedar melihat-lihat.

Banyak orang mengira bahwa barang antik dijual dengan harga tinggi. Tapi, untuk jual beli di Pasar Triwindu pembeli harus berani menawar harga. Karena bila tidak pandai menawar pasti barang yang diinginkan berharga lumayan tinggi.

Selain transaksi dengan uang di Pasar Triwindu juga melayani bila ada pembeli yang ingin melakukan transaksi dengan cara tukar-menukar antara barang antik yang satu dengan lainnya.

Akses menuju Pasar Triwindu juga tergolong mudah. Sudah banyak kendaraan yang siap mengantar Anda, seperti becak, taksi, dan ojek. Namun, Anda juga bisa berjalan kaki sambil menikmati suasana Solo yang tenang dan nyaman.

Bangunan Pasar Triwindu terdiri atas dua lantai. Tidak usah takut akan bayangan pasar yang becek atau kumuh. Di Pasar Triwindu Anda akan menemukan kenyamanan berbelanja dengan suasana yang bersih dan teratur. Namun, banyak dari penjual maupun tukang parkir yang mengkonsumsi minuman tradisional khas yaitu ciu yang menyebabkan orang malas menghampirinya karena timbul rasa takut dan membuat aroma sekitar menjadi aneh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun