Mohon tunggu...
Eko Waluyo
Eko Waluyo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan siapa-siapa

Saya percaya bahwa tulisan memiliki kekuatan untuk menghubungkan hati dan pikiran. Dengan menulis, saya ingin membangun jembatan pemahaman antara saya dan pembaca, serta membuka jendela baru bagi mereka untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dibalik Luka Ada Bahagia

3 Oktober 2024   10:56 Diperbarui: 3 Oktober 2024   11:01 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu merasa seolah hidup ini tidak adil? Penuh luka, kekecewaan, dan kesedihan yang terus datang silih berganti? Mungkin di titik terendah, kamu bertanya: "Mengapa semua ini terjadi padaku?" Namun, ada satu hal yang sering kita lupakan---di balik setiap luka, tersembunyi kebahagiaan sejati yang hanya bisa ditemukan oleh mereka yang sabar dan mau melihat lebih dalam.

Apakah Kamu Masih Mencari Kebahagiaan yang Salah?

Sering kali, kita mengira kebahagiaan itu ada pada hal-hal yang bersifat duniawi. Kita bergantung pada harta, pujian dari orang lain, atau status sosial untuk merasa bahagia. Namun, kenyataannya, kebahagiaan sejati tidak bisa didapatkan dari semua itu. Dalam kajiannya, Teh Desi Ncim menegaskan, "Dimana letak kebahagiaan? Letaknya ada di hati, bukan pada memuaskan hawa nafsu kita, apalagi menggantungkan kebahagiaan kepada lisan orang lain."

Kebahagiaan yang kita cari tidak ada pada sesuatu yang fana. Menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal di luar diri kita adalah seperti membangun rumah dari sarang laba-laba---rapuh dan mudah hancur. Al-Qur'an telah mengingatkan kita dalam Qs. Al-Ankabut: 41, bahwa siapa pun yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung, ibarat rumah laba-laba yang sangat rapuh.

Lupakan Luka, Fokuslah pada Nikmat yang Ada

Terlalu sering, kita fokus pada luka, lupa bahwa di sekeliling kita, Allah telah melimpahkan nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Ya, kita mungkin ingat berapa kali kita terluka, tapi pernahkah kita mencoba menghitung berapa banyak nikmat yang Allah berikan?

Sebenarnya, nikmat Allah selalu ada, hanya saja kita terlalu fokus pada rasa sakit hingga melupakannya. Dalam surah Ar-Rahman, Allah mengingatkan kita berkali-kali, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

Bersandar Hanya pada Allah, Bukan Makhluk

Teh Desi Ncim menekankan, "Jangan bergantung pada makhluk tapi hanya kepada Allah." Ketika kita terlalu menggantungkan kebahagiaan pada orang lain atau situasi tertentu, kekecewaan akan selalu mengintai. Nikmat terbesar yang sering kita lupakan adalah ketenangan hati ketika kita benar-benar bergantung pada Allah. Shalat, dzikir, atau bahkan mendengarkan majelis ilmu, semuanya adalah bagian dari ketenangan yang Allah berikan bagi hati yang terpaut kepada-Nya.

Empati Itu Penting, Tapi Tidak Cukup

Dalam menghadapi masalah hidup, kita juga sering terjebak dalam apa yang disebut sebagai toxic positivity. Seolah semua masalah bisa diselesaikan dengan senyum dan kalimat-kalimat positif tanpa benar-benar memahami beratnya beban yang ditanggung oleh orang lain. Ini bukan tentang menyepelekan kesedihan, tapi lebih kepada bagaimana kita bisa membantu orang lain melihat kebahagiaan di balik ujiannya.

Teh Desi Ncim mengingatkan, "Pasti berat jadi kamu, aku belum tentu sanggup," adalah cara kita memvalidasi perasaan teman kita. Tapi setelah itu, jangan berhenti di sana. Bantu mereka untuk melihat jalan keluar dari kegelapan, bahwa setiap luka yang Allah berikan, pasti ada penawarnya. Jangan biarkan mereka terjebak dalam kesedihan, tapi bantu mereka menemukan kebahagiaan di tengah cobaan.

Ujian: Bentuk Kasih Sayang Allah yang Tak Terbantahkan

Sering kali, kita salah paham, mengira ujian adalah bentuk ketidakadilan atau bukti bahwa Allah tidak sayang. Padahal, sebaliknya, ujian adalah bentuk cinta-Nya yang paling murni. Allah berfirman dalam Qs. Al-Baqarah: 214, bahwa tidak ada yang bisa meraih surga tanpa melalui ujian yang berat, seperti halnya para nabi dan orang-orang sebelum kita.

Setiap ujian yang kita terima adalah cara Allah untuk menguatkan jiwa kita, meng-upgrade diri kita menjadi lebih baik. Seperti halnya api yang mengubah besi menjadi lebih kuat, begitulah ujian bekerja pada jiwa manusia.

Apa yang Sebenarnya Menyebabkan Luka?

Sebagian besar rasa sakit dan luka yang kita rasakan berasal dari kesalahpahaman kita tentang sebab-akibat. Kita cenderung menganggap orang lain sebagai sumber utama luka kita, padahal sejatinya, itu semua adalah bagian dari kasih sayang Allah. Dengan memahami bahwa setiap cobaan datang dari-Nya, kita akan lebih mudah melepaskan kebencian dan rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun