Kecanggihan teknologi informasi hingga detik ini telah membuat mekanisme penyebaran ideologi terorisme semakin mudah dan leluasa. Media internet telah dimanfaatkan upaya kelompok berpaham kekerasan meluaskan jaringan dan merekrut anggota baru dengan pola radikalisasi yang lebih modern yaitu meminimalkan tatap muka. Akan tetapi, sebaran propaganda dan ideologi begitu gencar dan massif sehingga banyak yang terjerat oleh kelompok ini.
Ya, kelompok radikal terorisme pastinya terus akan menancapkan eksistensinya dengan melakukan regenerasi, menjaring anggota-anggota baru yang masih muda, fresh dan siap menjadi martir. Pola atau proses rekrutmen tidak melulu melaluli pertemuan tertutup, akan tetapi propaganda mereka hadir di hadapan langsung melalui dunia maya.
Persoalan terus bergulir. Selain makin berduyun-duyun orang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS, ternyata mereka ini sulit dijerat secara hukum. Berbeda dengan pelaku aksi-aksi sebelumya yang relatif mudah dijerat atas dugaan perencanaan aksi teror. Misalnya pada kasus Bom Bali. Nah, dalam konteks kejadian tindak terorisme di masa kini, penangangan hard approach sebagaimana yang telah diterapkan pasca tragedi bom Bali boleh dibilang tidak tepat dilakukan.
Konkretnya, sekarang ini untuk menengarai, menuduh bahkan menangkap seorang atau kelompok orang yang dianggap teroris, baik teroris lokal maupun teroris internasional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu data akurat dan pencermatan indikasi-indikasi dalam kurun waktu yang relatif panjang.
Karena itulah, sebagai upaya mencegah, menangkal dan membendung langkah kelompok berpaham kekerasan dan terorisme di Indonesia, diperlukan cara pandang obyektif. Seberapa besar peranan masing-masing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat termasuk tingkat kewaspadaan bela lingkungan terhadap bahaya terorisme yang harus terukur dan teruji.
Yang jelas, untuk mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan dan kegiatan teroris, pemerintah Indonesia harus menyikapi fenomena terorisme secara arif, menganalisa berbagai aspek kehidupan bangsa saat ini, mencari akar permasalahan, dan sebagainya.
Adapun salah satu strategi yang dapat dijalankan adalah membangun sistem deteksi dini (cegah-tangkal) yang berlapis dengan ujung tombak institusi-institusi pemerintahan di tingkat komunitas (RT/RW, dusun dan kampung).
Ya, jaringan teroris tidak akan bisa beraksi atau membentuk kelompok di daerah tersebut apabila ada kesadaran masyarakat untuk melaporkan adanya gerakan yang mencurigakan, terutama RT setempat harus mengetahui adanya warga baru yang masuk di lingkungan RT tersebut dan harus lapor 1x24 jam.
Intinya, seluruh elemen masyarakat mesti waspada terhadap gerak-gerik mencurigakan. Masyarakat juga diminta melapor jika terjadi keanehan. Peristiwa di Paris beberapa waktu lalu harus menjadi pelajaran buat kita bersama.
Â
Â