Â
Ideologi, paham dan propaganda terorisme terus menyebar tiada henti bak kran air yang sulit ditutup. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan kita. Mereka menggunakan kemudahan teknologi internet yang tak mengenal batas wilayah, waktu, dan sebagainya. Di sisi lain, media massa pun menjadi ‘kendaraan’ mereka dalam menyebarkan propaganda berisi kebencian dan permusuhan.
Ya, perkembangan teknologi informasi telah disalahgunakan untuk menebarkan berbagai tentang paham kekerasan dan terorisme. Sayangnya lagi, pemahaman masyarakat tentang agama yang minim mempermudah masuknya ideologi mereka. Masyarakat tak mampu menyaring dengan baik, sehingga menerima begitu saja tanpa ada pengolahan informasi yang mumpuni.
Lemahnya pemahaman agama, kecanggihan teknologi dan kebebasan informasi pada media massa telah digunakan dengan maksimal oleh kelompok terorisme untuk menyampaikan pesan-pesan radikal. Selain itu, doktrin-doktrin sebagai pembenaran atas aksi-aksi anarkisnya dengan mengajak masyarakat meyakini bahwa tindakan mereka benar dan perlu diperjuangkan.
Yang membuat kita makin miris, sasaran tembak dari penyebaran paham radikal terorisme ini adalah generasi muda. Kenapa mereka? Pasalnya, para pemuda zaman sekarang aktif dan akrab dengan dunia maya, selain juga kondisi psikologis yang masih labil, belum teguh dalam pendirian; sedang sibuk mencari jati diri, sehingga mereka mudah dipengaruhi. Satu lagi, pemahaman agamanya masih kurang dan setengah-setengah sehingga mudah disusupi doktrin terorisme.
Seolah tak disadari, media massa secara langsung maupun tidak ikut membantu terorisme dalam hal mempublikasikan kegiatan atau aksi-aksi mereka. Media telah dimanfaatkan untuk menyebarkan teror kepada masyarakat. Itulah kaitan yang terlihat bahwa ada hubungan antara terorisme dan media. Media telah dijadikan panggung unjuk diri oleh kelompok radikal terorisme.
Karena itu, saatnya awak media menyadari akan perannya. Tidak lagi memberi panggung pada kelompok radikal terorisme. Akan tetapi bukan berarti bahwa media tidak perlu melakukan coverage terhadap aksi-aksi terorisme, Hanya saja strategi pemberitaan harus dipertimbangkan, jangan sampai masyarakat malah mengidolakan kelompok berpaham kekerasan lantaran membaca berita dari media.
Justru sebaliknya, media harus ikut berperan dalam melawan terorisme. Misalnya, media massa dapat mengangkat isu terorisme untuk kemudian dipadukan dengan narasi-narasi positif yang dengan sendirinya akan mengeliminasi terorisme.
Yang jelas, awak media harus diberi dukungan agar tidak pernah takut dalam melakukan kontra propaganda terhadap isu terorisme. Ayo lakukan hal yang benar, jangan pernah gentar melawan terorisme.
Kemudian, perlu dipahami akan pentingnya konsistensi awak media untuk selalu menyajikan berita yang benar dan konstruktif terkait dengan terorisme, sehingga masyarakat tidak akan termakan dengan tipu daya terorisme.
Jusrnalisme sebaiknya diupayakan untuk selalu memilih jalan persuasif edukatif dalam menjalankan kontra propaganda dalam melawan terorisme. Kita harus yakin dan optimis media massa dapat membantu masyarakat untuk mempertebal benteng pertahanan agar tidak terpengaruh paham dan ideologi terorisme.