Oleh: Eko WindartoÂ
Hari ini, sepakbola Indonesia kehilangan seorang sosok yang telah menjadi bagian penting dalam perjalanan sepakbola Tanah Air.Â
Shin Tae-yong, dengan segala prestasi dan tantangannya, telah meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam sejarah sepakbola Indonesia.
Meskipun perpisahan ini menorehkan luka, namun pelajaran yang ditinggalkan oleh STY sangat berharga. Ia telah membuktikan bahwa proses pembangunan dan pertumbuhan tidak terlepas dari kesabaran, kerja keras, dan keyakinan.
Tanpa trofi juara pun, pencapaiannya telah membawa kebanggaan bagi Indonesia dalam ajang-ajang bergengsi di tingkat Asia.
Namun, siapa sanggup melupakan keajaibannya? Ia yang memimpin Timnas junior meraih semifinal Piala Asia U23. Ia yang membawa Indonesia mencapai babak 16 besar Piala Asia untuk pertama kalinya. Bahkan, dengan gemilang, ia membawa Skuad Garuda menaklukkan Arab Saudi 2-0 dalam kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sayangnya, kemenangan tak pernah cukup. Tak pernah. PSSI, entitas yang katanya ingin membangun sepakbola Indonesia, kini seperti orkestra sumbang. Mereka merindukan hasil instan, seperti mi instan yang dapat dinikmati dalam tiga menit.Â
Kini, saat langit sepakbola Indonesia terasa muram, kita dihadapkan pada pertanyaan yang penting. Apakah keberhasilan dihitung dari sejumlah trofi yang diraih, atau dari kemajuan yang dicapai serta semangat perjuangan yang ditorehkan?Â
STY telah memberikan contoh bahwa sebuah perjalanan dalam mencapai kesuksesan tidak selalu berjalan mulus, namun yang terpenting adalah proses dan pengorbanan yang diberikan.
Dengan perpisahan ini, harapan tersisa pada masa depan Timnas Indonesia. Siapakah pelatih baru yang akan mengemban tugas berat membawa Garuda ke kancah internasional? Setiap langkah yang diambil selanjutnya akan menjadi penentu arah perjalanan sepakbola Indonesia ke depan.