Pengalaman ini bakalan aku kenang sepanjang hayat dan telah menjadi potongan kecil mozaik kehidupanku.. 4 Juli 2009 Saya memutuskan untuk tetap berangkat menuju kaki Gunung Lawu, perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur walaupun saat itu kondisi badan saya sedang meriang. Pendakian Gunung Lawu sudah direncanakan sebelumnya, bersama teman-teman SMA dan yang lainnya. Namun entah  kenapa tiba-tiba pagi hari waktu hari H bangun tidur badanku terasa berat sekali, kepala pusing, dan lemas. Saya menyadari bahwa saya sedang dalam proses menuju "sakit", meriang, ataupun flu. Meskipun dengan kondisi seperti itu, saya urung membatalkan rencana pendakian. Ini bakalan menjadi pengalaman pertama saya melakukan pendakian gunung. Kesempatan ini tak akan kusia-siakan, mumpung ada teman yang mengajak naik gunung. Tanpa pikir panjang aku telan setablet obat flu dan nekad berangkat. Tim terdiri dari 6 orang, 2 diantaranya teman saya sewaktu SMA dulu, Luqman dan Kiki. 3 orang lainnya adalah Trias, Richo, dan satunya lagi saya lupa namanya. Mereka teman-temannya Luqman. Dari Jogja menuju ke basecamp pendakian Gunung Lawu kami memakai sepeda motor. 3 sepeda motor melaju menyisir jalan Jogja-Solo melewati Tawangmangu dan akhirnya sampai di Cemoro Sewu, salah satu basecamp pendakian. Untuk mendaki Gunung Lawu terdapat 2 basecamp yaitu Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu. kedua basecamp itu hanya berjarak sekitar 200 meter, namun kami meilih melewati Cemoro Sewu karena jalur pendakian nya relatif lebih mudah. Di perjalanan menuju Cemoro Sewu, di atas motor yang melaju, saya merasakan badan ini terasa sangat lemas, kepala nyut-nyut an, mata ini sayu, dan pinggang pegel-pegel di bawah sengatan terik matahari. Namun itu tak menyurutkan tekad dan semangatku untuk tetap melakukan pendakian perdana ini, walaupun akhirnya sesuatu yang tak diharapkan terjadi.. Sampai di Cemoro Sewu kami pun istirahat sejenak, pesan minuman hangat karena suhu udara sudah mulai dingin dan badan saya merasakan dingin yang lebih dingin daripada biasanya karena memang sedang meriang. Sempat merasa ragu untuk tetap ikut mendaki, tapi kalau tidak ikut terus bagaimana nasibku ditinggal sendirian? Sambil terus berdoa memohon kekuatan kepada Allah, saya meluruskan niat untuk tetap ikut naik. Setelah sholat di masjid dekat lokasi, kami pun bersiap untuk melakukan pendakian. Cek perlengkapan. Saya masih belum begitu paham peralatan apa saja yang harus dibawa. Standar sih cuma bawa ransel (tidak terlalu gede), jaket, sarung tangan, senter, kupluk, makanan, minuman. Kayak cuma mau kemah doang, hehehe. Untung saja teman saya udah cukup banyak pengalaman mendaki gunung, jadi dia yang bawa peralatan tim seperti tenda, nesting, kompor, dll. Dan parahnya SB (Sleeping Bag) pun saya tidak membawanya! Sebelum mulai melangkahkan kaki menuju jalur pendakian, kami berdoa terlebih dahulu. Awal perjalanan saya cukup semangat melalui medan yang menurut saya biasa saja, tidak terlalu berat karena jalur pendakian sudah dibuat semacam anak tangga dari susunan batu-batu. Rasa dingin pun seolah memudar seiring dengan meningkatnya frekuensi detak jantung dan nafas yang mulai tersengal. Namun perjalanan dari pos 2 menuju pos 3 atau dari pos 3 ke 4 (saya lupa), badan ini mulai memberontak. Baru naik beberapa meter sudah minta istirahat, duduk. Beranjak lagi.. istirahat lagi. Sampai pada akhirnya kekuatan badan untuk tetap berjalan naik mulai hilang, pandangan mata mulai kabur, dan rasanya tubuh ini menjadi ringan sekali, hampir kehilangan kesadaran. Hawa semakin dingin dan oksigen semakin tipis. Teman-teman terus menyemangati, sesekali menawarkan instirahat di pos saja gak usah dilanjutkan naik dengan konsekuensi ditinggal sendirian. Saya menolak. Richo dan mas yang saya lupa namanya membantu saya dengan memapah kedua bahu saya. Sambil terus berjalan naik perlahan dengan kondisi kesadaran saya hampir hilang. Sampai kami memutuskan untuk nge camp mendirikan tenda di pos terakhir sebelum puncak (pos 5). Tenda sudah siap, teman-teman yang menyiapkannya sementara saya terkulai lemas sambil menggigil menahan hawa dingin. Menyalakan api dari parafin untuk menghangatkan tubuh. Kemudian masuk ke tenda untuk istirahat. Tidur. Mata ini sempat terlelap, namun terusik oleh suhu udara yang sangat dingin. Memang pada waktu kemarau di malam hari suhu menjadi dingin sekali. Ekstrim. Terbangun diantara dua tubuh yang meringkuk beselimutkan SB. Lha saya tidak pakai apa-apa, hanya jaket, kaos tangan, kaos kaki, kupluk. Luar biasa dingin! Saya keluar tenda sebentar, buang air. Sekejap angin malam berdesing menerpa tubuh ini dan semakin membuatnya menggigil kedinginan. Tak sengaja menatap ke langit, sang bulan sabit pun melengkungkan senyum indahnya seolah tak mengerti keadaanku saat itu yang merasa tersiksa oleh dinginnya suhu angin malam. Melempar pandangan ke arah lain, saya melihat hamparan bintang gemintang yang sungguh menawan dengan berbagai formasi yang beragam. Simpul senyum sedikit terkembang, takjub dengan apa yang aku lihat. Keajaiban alam semesta. Tidak berlama-lama saya membiarkan tubuh ini dihempas oleh sang angin, langsung masuk ke dalam tenda lagi. Berusaha memejamkan mata di tengah malam yang amat sangat dingin dengan badan menggigil serta rahang yang bergeletuk. 5 Juli 2009 Akhirnya sang mentari pun memberikan kilau cahaya kehangatannya. Saya terbangun dengan kondisi tubuh yang sedikit lebih baik daripada semalam. Teman-teman sudah mulai memasak sarapan dan merencanakan untuk menuju ke puncak. Saya juga diajak untuk muncak tapi dengan pertimbangan kondisi tubuh, saya menolak dan memilih untuk istirahat di tenda saja. Pikirku, mungkin saya kuat-kuat saja untuk mencapai puncak dengan sisa tenaga yang saya miliki saat itu, namun hal penting yang ada di benak saya adalah menyiapkan tenaga untuk turun sampai ke basecamp. Saya tidak mau merepotkan lagi seperti malam sebelumnya. Yasudah aku rela tidak naik sampai puncak. Ternyata si Luqman juga tidak ikut muncak malah tidur di dalam tenda. Indikasi meriang juga katanya. Ada temen nya meriang juga, hehehe.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H