Disaat aku terasa sendiri mengemban tanggung jawab bersama ibu ku, tak ku sangka bapa kandung ku masih sangat peduli dengan ibu ku, beliau datang menjenguk kondisi ibu ku dan memperhatikan kondisi ibu ku seperti saat-saat mereka masih bersama, aku merasakan bahagia sekaligus merasakan kesedihan yang begitu dalam, mungkin kalau aku bisa memilih, aku ingin tetap bersama ibu bapa ku, aku ingin merasakan sempurnanya menjadi anak yang memiliki ibu dan bapa kandung,
Ibu berkata kepada bapa ku “ nanti kamu kesini apakah istri kamu tidak cemburu,,,? “
Dan bapa pun menjawab “ tidak, malahan dia yang membangunkan ku dari tidur dan berkata ( jadi mau ke tempat ibunya anak ) sembari bapa mengatakan “ dia pun sedang mencari obat-obatan herbal buat kamu, mudah-mudahan dapat membantu”
Aku mendengar semua itu serasa ingin menangis dan memeluk mereka berdua, sampai saat ini aku belum pernah sekali pun merasakan hangatnya pelukan seorang bapa, pelukan seorang bapa yang mengasihi anaknya, dan hangatnya perlindungan seorang bapa yang bisa menghilangkan ketakutanku,
Ya Allah inilah ujian yang harus saya jalani, aku percaya dibalik semua yang aku jalani akan ada akhir yang lebih dari indah, sebelumnya aku meraskan ketakutan yang teramat takut, karena selalu terfikir didunia ini yang saya punya hanya ibu, dan apabila ibu diambil oleh Allah, akan kemana aku ini, akan kemana aku bisa mengadu dan menangis dikala aku sedang kesulitan, tetapi saat ini aku lebih terpacu untuk membuat ibu sehat kembali supaya hubungan ibu dengan bapa ku bisa membaik, walau mereka tidak bisa bersatu lagi, asal mereka sama-sama tidak saling bermusuhan dan saling gotong royong untuk mengajarkan kebaikan buat ku, aku sangat bahagia,
Memang saat ini aku mempunyai adik dari bapa yang sekarang dengan ibu sebanyak 4 anak, tetapi ditengah-tengah mereka terbesit luka yang aku tutup-tutupin, tersirat kesedihan yang aku rasakan, mereka mempunyai banyak sodara dan banyak kerabat, sedangkan hanya ibu yang aku punya, tidak ada sodara sedarah yang saya punya, karena bapa kandung ku tidak lagi mempunyai anak selain aku.
Mungkin inilah yang namanya hidup, aku dibesarkan dari seorang bapa tiri dan aku dibesarkan pula tidak dengan kasih sayang seorang bapa, hingga sering kali aku melihat teman-teman sebaya ku yang begitu manis dan indah bisa bersama bapa kandungnya masing-masing, dan bisa bercengkrama, bermain, serta bisa bertukar fikirian, itu indah buat ku hingga tanpa sadar sering aku teteskan airmata ketika aku melihat hal seperti itu.
Jika aku ditakdirkan mempunyai keluarga dan mempunyai seorang anak, entah itu pahit, entah itu manis akan aku utamakan keindahan hidup anak-anak ku kelak, karna bagi ku anak adalah sebuah anugrah dari Tuhan dan akan menjadi penerang dikala aku menjadi gelap termakan usia, akan menuntun ku disaat aku terjatuh akan mencintai ku disaat tubuh mulai tak mencintai ku lagi.
Pesan Moralnya adalah, ada mantan Istria tau suami, tetapi tidak akan pernah ada Mantan Anak, sampai maut memisahkan ibu bapa, anak adalah tetap anak yang berhak bahagia bersama kedua orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H