Menurut data Bank Indonesia, nilai transaksi di pasar digital sepanjang 2022 sebesar Rp 476,3 triliun, meningkat 18,7 persen dibanding tahun sebelumnya. Sektor pasar digital ini diperkirakan tumbuh secara konsisten sekitar 17-22 persen pada 2025, seiring dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja secara online.
Nilai ekonomi layanan pembayaran digital pada 2022 mencapai Rp 266 miliar dolar AS atau tumbuh 13 persen dibandingkan 2021 dan diproyeksi akan tumbuh sebesar 17 persen di angka Rp 421 miliar dolar AS pada 2025
Mengacu pada pesatnya pertumbuhan pembayaran digital tersebut, pemerintah terus mendorong penggunaan sistem Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), baik dari sisi jumlah merchant maupun pengguna di berbagai tempat, mulai dari pelaku UMKM, pasar tradisional hingga ritel modern. Untuk itu, sejumlah kemudahan dan insentif telah diberikan oleh pemerintah, misalnya peningkatan limit transaksi QRIS dari semula Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta per transaksi. Di samping itu, pengembangan fitur QRIS juga terus dilakukan dengan bekerja sama dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan industri.
Saat ini QRIS telah mencakup 22,5 juta merchant dan lebih dari 26,6 juta pengguna. QRIS telah mampu mengambil peran sebagai gerbang masuk dan katalisator bagi UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem digital serta mendukung inklusi ekonomi dan keuangan yang menjangkau masyarakat lebih luas.
Kebijakan Cashless dalam Belanja Pemerintah
Dalam rangka modernisasi pengelolaan keuangan negara dan reformasi birokrasi guna mendukung terwujudnya good governance dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Negara (APBN), Kementerian Keuangan sejak 2018 mulai mengimplementasikan pembayaran secara cashless melalui penggunaan kartu Kredit Pemerintah dalam pembayaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Kartu kredit pemerintah adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN secara non tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah, dan Satuan kerja (Satker) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Kartu Kredit Pemerintah merupakan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan Satker, untuk melakukan pembayaran atas transaksi belanja negara dalam penggunaan Uang Persediaan (UP)/petty cash.
Kartu ini merupakan Kartu Kredit Corporate (corporate card) yang diterbitkan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah yang merupakan bank yang sama dengan tempat rekening bendahara Pengeluaran (BP)/Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) dibuka dan kantor pusat bank tersebut telah melakukan kerja sama dengan DJPb, dimana kerja sama tersebut dilakukan dalam bentuk penandatanganan perjanjian kerja sama induk antara DJPb dengan Kantor Pusat Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah.
Kebijakan pembayaran APBN secara cashless dilakukan dengan memperhatikan prinsip sebagai berikut:
- Fleksibel, yaitu kemudahan penggunaan (flexibility) kartu dengan jangkauan pemakaian yang lebih luas dan transaksi dapat dilakukan di seluruh merchant yang menerima pembayaran melalui mesin Electronic Data Capture (EDC)/ media online.
- Aman dalam bertransaksi dan menghindari terjadinya penyimpangan (fraud) dari transaksi secara tunai.
- Efektif dalam mengurangi UP yang menganggur (idle cash) dan biaya dana (cost of fund) Pemerintah dari transaksi UP.
- Meningkatkan akuntabilitas dalam pembayaran tagihan negara.
Implementasi QRIS melalui Kartu Kredit Pemerintah Domestik dalam rangka pembayaran APBN
Untuk memperluas jangkauan pembayaran digital dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-12/PB/2022 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Dengan Menggunakan Kartu Kredit Pemerintah Domestik (KKP Domestik).