Tak seperti tahun-tahun sebelumnya Idul Fitri kali ini syarat nuansa baru. Terkait dengan perbedaan itu bersumber dari kondisi pandemik yang terjadi sejak dua bulan sebelum masuk bulan Ramadan.
Satu jenis virus flu cukup berbahaya lebih-lebih karena cara penularannya yang sangat cepat dan melalui berbagai media yang sangat akrab dengan kehidupan manusia. Berbagai aturan protokoler pun dikeluarkan pemerintah untuk menghambat dahsyatnya penularan virus Corona.
Terkait dengan perayaan lebaran 2020 banyak protokol resmi yang menjadikan unik dan berbeda dari lebaran tahun-tahun normal. Larangan mudik, pembatasan silaturahmi fisik, pencegahan kerumunan, larangan jabat tangan, wajib bermasker dan lainnya menjadikan perayaan Idul Fitri 2020 menjadi lebih sentimentil.
Situasi pandemik membawa berkah disamping sebagai musibah. Sholat Ied berjamaah dengan jarak shof yang tak lazim, akhir khutbah pun tanpa diakhiri tasafu'an (salam-salaman), banyak rumah tetangga tak menerima tamu, ketemu saudara menolak diajak jabat tangan.
Itulah sekelumit gambaran Idul Fitri 2020 tampak aneh. Namun ada yang menyebutnya istimewa. Karena dengan begitu lebaran tahun ini menjadi salah satu lebaran paling membuat trenyuh hati semua golongan masyarakat.
Ujian dari Allah SWT
Cara pandang tasawuf mengajarkan bahwa mewabahnya satu penyakit merupakan cobaan dari Allah SWT. Setiap ujian tak lain bertujuan meningkatkan derajat keimanan umatNya melalui kesabaran dan keikhlasan menerima cobaan.
Atmosfer bahaya dan ancaman maut menjadi pintu terbaik munculnya kesadaran kehambaan di hadapan kemahakuasaan sang Khalik dan sang Malik langit, bumi dan seisinya. Kesadaran itu sangat spiritual sifatnya.
Karena itu format baru bangun tiga dimensi rohani manusia akan kembali terbentuk sesuai kebutuhan era baru. Perwujudan zaman baru masih menampakkan bangun yang belum selesai. Kehadirannya baru ditopang oleh dua pilar yakni digitalisasi dan kemunculan virus-virus baru yang sangat asing.
Kesiapan rohani sangat menentukan dalam kecepatan adaptasi menghadapi era baru yang sangat cepat merombak sendi-sendi kehidupan lama. Puasa dan lebaran gaya baru tahun 2020 barangkali hanya satu bentuk pemanasan bagaimana merespon perubahan mendasar yang bersinggungan langsung dengan pokok-pokok keyakinan praktis yang selama ini dianggap baku dan sangat kalis.
Hanya orang-orang dengan kedewasaan rohani yang sanggup menyelamatkan jati diri kemanusiaan domba-domba yang jadi gembalaannya. Sedangkan para imam yang sempit kapasitas rohaninya cukup riskan menuntun pengikutnya ke jurang irrelevansi eksistensi.