Aruh-aruh adalah kata dalam bahasa jawa. Kata aruh-aruh berarti ‘menyapa’ atau memberi sapaan. Ada pula yang menyebutnya ngeruhi ataupun luruh-luruh.
Dalam budaya kita ada kebiasaan aruh-aruh, yang mana setiap kita berjalan dan melewati orang lain, kita menyapanya, misalnya dengan kata ndherek langkung, nuwun sewu, mangga, permisi, atau dengan sapaan yang lebih akrab: halo, hai, dan sebagainya.
Sayang sekali, kebiasaan tersebut saat ini sudah banyak ditinggalkan, terutama di wilayah perkotaan.
Saat saya tinggal di rumah mertua yang notabene di tengah kota, kebiasaan aruh-aruh ini jarang saya temukan. Saat ada yang duduk-duduk di depan rumah atau di pinggir jalan, orang-orang yang lewat (baik sudah kenal maupun belum) jarang sekali yang menyapa.
Hampir saja kebiasaan aruh-aruh saya hilang dilindas individualisme perkotaan. Hal itu dikarenakan orang yang saya sapa terkadang juga kurang memberi tanggapan yang menyenangkan. Saya jadi malas menyapa!
Setelah saya pindah ke lingkungan baru, di sebuah perumahan yang baru, keadaan agak berbeda. Saat saya menempati rumah baru saya, penghuni lokasi perumahan tersebut baru ada sekitar lima keluarga. Karena sama-sama orang baru, gampang saja membuat aruh-aruh ini sebagai tradisi. Tak ada gengsi-gengsian untuk mulai menyapa. Saling bertegur sapa menjadi bagian dalam kehidupan di perumahan saya.
Namun sayangnya, entah karena merasa malu, gengsi, biasa hidup di perkotaan, atau hal lain, belakangan beberapa orang yang baru pindah tidak memiliki budaya aruh-aruh. Saat lewat, jalan terus tanpa sapaan atau senyuman. Hmmm.... Semoga ini bisa diperbaiki! Tulisan ini juga dipublikasikan di http://ekoph.com/ Sumber Gbr : menyapa.ning.com/ new-media.kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H