"Batu apung bisa? Ini" ucap orang gila itu pada Bagong.
      "Nah Truk jangan-jangan keberagamaan kita di bulan Ramadan masih seperti batu apung. Kita masih terapung-apung di upacara simbolik belaka. Kita masih mengapung-apung mengikuti arus emosi. Kita tidak belum seperti batu kali. Tenggelam, dalam pemaknaan samudera Rahman-Nya." kata Bagong mbagusi sambil menerima batu apung itu.
      "Hahahaha" Petruk ketawa ngakak.
      "Kutu kupret! Ini mah bukan batu apung tapi tahi kucing kering" kata Bagong naik pitam.
      "Kita masih mengapung-apung mengikuti arus emosi ya Gong? Hahaha" ledek Petruk.
      "Astagfirullah" ujar Bagong mengelus dada.
      Eko Nurwahyudin, alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
      Catatan :
- Bumbung merupakan sejenis petasan, berbentuk meriam dari bambu yang kerap dimainkan anak-anak desa selama Ramadan. Biasanya mereka mengisi ngabuburit dengan adu keras suara bumbung di sekitar sungai atau tanah lapang.
- Kuncen merupakan juru kunci.
- Mendelik artinya melotot.
- Nggeleleng artinya berjalan sambil menggoyangkan kepala. Dalam konteks tulisan ini sudah siap meladeni apa yang dimau seseorang.
- Ngalah, ngalih, ngamuk merupakan falsafah Jawa tentang kontrol emosi kejiwaan seseorang atau parameter batas kesabaran.
- Meneng artinya diam.
- Macak galak artinya berpura-pura galak.
- Pedhet merupakan anak sapi.
- Kluthuk artinya tuwa, kuno, dalam konteks tulisan ini dimaksudkan sebagai kyai yang perilakunya mencerminkan manusia rohani.
- Geledek artinya guruh.
- Kawul artinya jerami yang dikeringkan.
- Mbagusi artinya bergaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H