Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bagong, Kolak, dan Batu Apung

16 April 2021   04:14 Diperbarui: 16 April 2021   04:19 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            "Batu apung bisa? Ini" ucap orang gila itu pada Bagong.

            "Nah Truk jangan-jangan keberagamaan kita di bulan Ramadan masih seperti batu apung. Kita masih terapung-apung di upacara simbolik belaka. Kita masih mengapung-apung mengikuti arus emosi. Kita tidak belum seperti batu kali. Tenggelam, dalam pemaknaan samudera Rahman-Nya." kata Bagong mbagusi sambil menerima batu apung itu.

            "Hahahaha" Petruk ketawa ngakak.

            "Kutu kupret! Ini mah bukan batu apung tapi tahi kucing kering" kata Bagong naik pitam.

            "Kita masih mengapung-apung mengikuti arus emosi ya Gong? Hahaha" ledek Petruk.

            "Astagfirullah" ujar Bagong mengelus dada.

            Eko Nurwahyudin, alumni Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

            Catatan :

  • Bumbung merupakan sejenis petasan, berbentuk meriam dari bambu yang kerap dimainkan anak-anak desa selama Ramadan. Biasanya mereka mengisi ngabuburit dengan adu keras suara bumbung di sekitar sungai atau tanah lapang.
  • Kuncen merupakan juru kunci.
  • Mendelik artinya melotot.
  • Nggeleleng artinya berjalan sambil menggoyangkan kepala. Dalam konteks tulisan ini sudah siap meladeni apa yang dimau seseorang.
  • Ngalah, ngalih, ngamuk merupakan falsafah Jawa tentang kontrol emosi kejiwaan seseorang atau parameter batas kesabaran.
  • Meneng artinya diam.
  • Macak galak artinya berpura-pura galak.
  • Pedhet merupakan anak sapi.
  • Kluthuk artinya tuwa, kuno, dalam konteks tulisan ini dimaksudkan sebagai kyai yang perilakunya mencerminkan manusia rohani.
  • Geledek artinya guruh.
  • Kawul artinya jerami yang dikeringkan.
  • Mbagusi artinya bergaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun