BBM tidak naik sekarang, atau Agustus habis, pilih mana?. Ungkapan itulah yang dilontarkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskanseperti yang dimuat di detik.com kemarin. Sepintas ungkapan itu adalah sederhana. Tapi dibulak ungkapan tersebut memuat berbagai spekulasi permaknaan yang dalam. Masyarakat awam tentu akan takut, khawatir apabila pernyataan beliau itu benar adanya. Dan tentunya masyarakat akan sangat setuju bila BBM dinaikkan harganya sekarang dari pada nanti benar – benar “langka”BBM pada bulan Agustus. Di sisi lain masyarakat sebenarnya sangat keberatan dengan adanya kenaikan BBM tersebut, pasalnya bila BBM naik hampir dipastikan semua harga – harga dipasaran ikut naik. Bahkan sebelum benar – benar naik saja saat ini sudah merangkak naik. Bisa dipastikan bila kelak BBM naik, harga kebutuhan pokok akan melonjak melebihi kenaikan harga BBM itu sendiri.
Maka dari itu seyogyanya para pejabat public dalam melontarkan statement nya hendaknya diikuti dengan penjelasan yang akurat. Didukung dengan data dan fakta yang akurat dan faktual. Mengapa demikian? Karena ini menyangkut hajat kebanyakan orang. Dengan adanya isu rencana kenaikan BBM saja masyarakat sudah sangat resah, apalagi dibumbui dengan ungkapan – ungkapan yang tidak jelas. Semisal seperti ungkapan di atas, apabila benar kalau BBM tidak naik sekarang bulan Agustus nanti akan hilang. Ini harus didukung dengan bukti yang kuat. Apakah ungkapan ini berdasarkan stok BBM yang dimiliki pemerintah memang sudah sangat minim? Atau berdasarkan harga minyak dunia yang memang “memaksa” harus naik? Atau berdasarkan kenyataan apalah asal bisa mendukung ungkapan tersebut dengan kuat.
Apabila ungkapan itu tidak didukung dengan data – data yang kuat, bisa saja pejabat tersebut melakukan pembohongan public. Apalagi kalau ungkapan itu sengaja dilontarkan untuk “memaksa” masyarakat menerima kenaikan harga BBM tersebut. Jadi, ungkapan tersebut sebenarnya sah – sah saja asal diikuti penjelasan yang cukup gamblang dan bisa diterima oleh masyarakat luas. Toh kalau memang keadaan mengharuskan menaikkan harga BBM dan memang tidak ada cara lain utnuk menghindarinya, masyarakat tentunya akan menerima dengan lapang dada. Dengan catatan memang benar – benar “keadaan” memaksa demikian, tidak ditutup – tutupi fakta yang ada.
Selain melakukan pembohongan public bila pernyataan itu tidak didukung dengan data yang akurat, bisa jadi pernyataan tersebut juga masuk dalam kategori “teror”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Berdasarkan definisi tersebut bila ungkapan itu dikonsumsi oleh masyarakat awam tanpa dibarengi penjelasan dan bukti yang benar, maka masyarakat akan merasa takut, ngeri bila BBM tidak naik maka bulan Agustus akan hilang. Bisa dibayangkan betapa ngerinya negeri ini bila tanpa BBM. Bisa dilihat di beberapa daerah di Indonesia, BBM “hanya” langka saja sudah menjadikan masyarakat kalang kabut. Mereka harus antre BBM sejak hari masih gelap. Dan tak jarang mereka baru pulang menjelang petang dengan hanya membawa beberap liter BBM saja. Lalu bagaimana mereka harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya kalau waktunya habis untuk antri BBM?. Itu baru langka BBM, bagaimana kalau BBM benar – benar langka?
Maka dari itu hendaknya ungkapan – ungkapan yang sifatnya bisa menimbulkan keresahan masyarakat bisa diminimalisir dengan didukung bukti dan fakta yang sesungguhnya agar masyarakat benar- benar merasa nyaman dan tentram bagaimanapun kondisi negeri ini, sekalipun “terpaksa” BBM harus naik. Wallahu a’lam bissawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H