Mohon tunggu...
Ekohm Abiyasa
Ekohm Abiyasa Mohon Tunggu... lainnya -

"Puisi bagiku semacam manifestasi rasa, perasaan hati, emosional dan lain sebagainya yang berhubungan dengan hati dan mood." http://serampaikata.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Battle Poetry: Selamat Pagi Bumi (Rindu Hijau)

6 Februari 2012   23:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:58 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

selamat pagi bumi, masihkah kau bersemi? aku tersedu, oleh sebab keserakahan aku terisak, oleh sebab keangkuhan aku tersakiti aku melemah tiada berdaya menahan dentuman hujan aku, bumi.. aku akan memelukmu seperti matahari hangat seluruh lava pijar di dalammu terus saja berputar, agar aku tetap bersemi seperti yang kau inginkan seperti diambang kepunahan, dilema mendera pakupaku menempel dan menusuk perlahan jangan kau bermuram saja lubanglubang itu membekas disana akan ku tanami dengan emas dan garam tanah dan lautan memang benar usia sudah terlalu lama memanggil aku hanya bosan tentang dendangdendang lagu kini hijauku hilang sudah, sudah berat beban kupanggul kemana lagi jejakjejak basah itu? bersembunyi tiada tempat lagi masih ada sisa renik dibalik gurun kaktuskaktus pemuas haus dendang pasir pantai hijau dan biru mu masih seperti lagu yang kau dengar pada dindingdinding manusia kau, tetap sama terima kasih Sentayu, mengharuku biru sebiru lautan yang teduh terima kasih Sentayu, kudengar lagu hujan disekitar dirimu yang riuh sentayu bermain sandiwara di atas tanahtanah subur dan wewangian senja kelabu ditancapkan pada batang pohon pisang #bumi sandiwara kisah tentang apakah kiranya? boleh juga kusimak desiran debu yang beterbangan di udara menganyunkan rindu pada gurun yang gersang pada rona jingga senja pula dia berpulang tentang aku dan kau, mengitari hidup dan mati kesedihan, peran. kabut menghalangi adegan rindu beterbangan kau sebagai atap rumahku kita bersatu padu Dewa Dewi kepada Hyang Widi menuju tombak memanah kiblat ya, kita berkeliling mencari sunyi juga seperti ayam kehabisan mata di senja kala rasa sakit, duka dan bahagia bergantian menyelinap dalam hidup dan kita masih bermainn dengan udara yang kita hirup meski retak tak udara berkelana, angin berhembus, air mengalir juga pada yang satu rindu tak retak berdenyutdenyut mencari cahaya hijau diatas bumi tempat kita berpijak dirimu, berpeluk mimpimimpi biru melati dan aku, berpuluh sunyi kutenggak menjadi rumput tegak berdiri Ruang Maya, 3 Februari 2012 *) Dhieta (tegak) - Ekohm Abiyasa (miring) Taken from facebook http://serampaikata.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun