Mohon tunggu...
Eko Hartono
Eko Hartono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Freelance

Berbuat yang terbaik dan menjadi pribadi yang baik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jayadrata

11 Mei 2011   06:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:51 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cerpen ini dimuat di Tribun Jabar, Minggu, 1 Mei 2011

Kegelisahan berkecamuk dalam dada Jayadrata. Seribu benteng hidup ksatria Kurawa tak juga mampu meredam resah hatinya. Matanya nanar memandang wajah matahari di atas sana yang timbul tenggelam dipermainkan gelombang awan hitam. Dia berharap siang cepat berlalu dan malam pun menjelang agar hidupnya bebas dari ancaman.

Sumpah Arjuna yang akan memenggal kepalanya sebelum matahari tenggelam membuatnya berada pada tepi jurang kematian. Untunglah seribu prajurit pilihan Kurawa berhasil menghadang hasrat Arjuna. Penengah Pandawa itu kesulitan menembus barikade yang dibuat oleh para ksatria Kurawa. Kematian Abimanyu oleh ulah licik Jayadrata membangkitkan kemarahan Arjuna. Dia ingin membalaskan sakit hatinya.

Tak ubahnya seekor tikus yang tersesat, Jayadrata bersembunyi di tengah benteng pertahanan yang dibuat prajurit Kurawa. Sang komandan, Duryudana, terus menghibur dan menenangkan hatinya yang masih ketar-ketir menghadapi detik-detik menegangkan.

"Tenanglah, Jayadrata! Tak ada yang bisa menyentuh kulit tubuhmu seinci pun, karena kamu berada dalam perlindungan paling aman. Arjuna yang sombong itu tak akan mampu menembus barikade pasukan Kurawa!" ujarnya meyakinkan.

"Terima kasih, Kakang Prabu! Anda benar-benar pemimpin yang sangat mengayomi rakyat!" ucap Jayadrata puji sanjung kepada pimpinan Astina itu. Duryudana tertawa keras, hatinya menjura mendengar sanjungan punggawanya.

Begitulah adab dan perilaku yang terjadi dalam pemerintahan Kurawa. Hal lazim antara pimpinan dan bawahan saling melontarkan pujian. Pimpinan berhasil menina bobo rakyat dengan slogan dan kata-kata menyejukkan. Sementara para birokrat atau punggawa Kurawa berlaku menjilat dan menyanjung pimpinan dengan bahasa 'sendika dawuh'. Prinsip asal bos senang menjadi pedoman. Mereka bermuka dua.

Tapi meski sudah mendapat jaminan perlindungan dari para pimpinan Astina, tak dipungkiri bila hati Jayadrata masih diliputi was-was. Pikirannya membayangkan berbagai kemungkinan buruk. Dia tahu reputasi Arjuna sebagai ksatria tanpa tanding. Memang, sumpah Arjuna yang akan membakar diri jika tak berhasil membunuh Jayadrata sebelum matahari tenggelam tak ubahnya bumerang. Tapi siapa pun tak akan meragukan kesaktian Arjuna. Tak ada satupun ksatria di muka bumi bisa mengalahkan Arjuna!

Rasanya tak ada lagi tempat di sudut bumi ini yang bisa dijadikan persembunyian oleh Jayadrata. Karena ke mana pun dia pergi, Arjuna bakal menemukannya. Apa yang tidak bisa dilakukan oleh titisan Dewa Indra itu? Ke dalam perut bumi, ceruk laut, atau kegelapan rimba sekalipun akan mudah ditembus. Arjuna bukan sembarang ksatria. Segala macam ilmu kesaktian dimilikinya. Bahkan rahasia alam semesta tergenggam di tangannya.

Nyali Jayadrata rasanya menciut bagai batu yang menyusut menjadi debu, jiwanya mengerdil oleh tekanan batin yang menggerus tajam. Sungguh, belum pernah Jayadrata merasakan ketakutan dan ketegangan sehebat ini. Merasakan bayangan kematian sebegitu dekat, saking dekatnya ia bisa merasakan desir nafasnya menyentuh pori-pori kulitnya. Perasaannya tercekam ngilu!

Tiba-tiba Jayadrata mengenang kembali perjalanan hidupnya sampai pada titik ini. Keterlibatannya dalam perang Bharatayuda dan berdiri pada pihak Kurawa bukan tanpa alasan. Selain alasan primordial -kawin dengan Dursilawati, saudara perempuan Kurawa- ada alasan lain melatari keberpihakannya pada Kurawa. Masih terekam jelas dalam ingatannya, bagaimana ia dipermalukan Pandawa bersaudara. Kepalanya digunduli oleh Wrekudara. Rasa sakit hati dan dendam kesumat menggumpal dalam dada Jayadrata!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun