Waktu itu, ditengah hiruk pikuk pesta pernikahanku, aku lihat banyak senyum terpancar dari wajah setiap tamu. Disebuah sudut, nampak sesosok wanita paruh baya, menghapus air mata yang mengalir sebagai ungkapan haru dalam dirinya. Entah kenapa perhatianku tertuju kepadanya. Matanya seakan memberi isyarat, bahwa ia mencoba ikhlas mengantarku ke gerbang kehidupan yang  nantinya akan membuatku lebih bahagia. Oh Tuhan, apakah ini suatu pertanda bahwa aku tak cukup dewasa, atau itu hanya sebuah ungkapan bahagia.
Ini sebuah pilihan hidup yang aku ambil, dengan meninggalkan sebagian kenangan masa kecil. Sesekali kulihat senyum manis dari raut wajahnya yang mulai menua, mengingatkanku saat aku masih remaja. Baru sedikit yang bisa aku lakukan, dari banyaknya manfaat yang ia berikan. Rasanya belum lama aku tumbuh menjadi dewasa.
Tapi kini, aku meninggalkan nya dengan lapang dada, alasanku karna sibuk bekerja. Waktu yang ku punya untuknya juga tak lagi ada, apakah aku anak durhaka? Atau karna terlalu banyak dosa yang aku lakukan, sampai saat bertemu pun tak sempat aku berpelukan. Begitukah juga kalian? Hanya doa yang bisaku panjatkan, kepada Allah yang maha mengabulkan.
Wahai Dzat yang Maha Pengasih, kasihanilah ia sebagai mana ia mengasihiku sejak kecil. Wahai Dzat Yang Maha Penyayang, sayangilah iya melebihi kasih sayang yang iya berikan padaku. Wahai Dzat Yang Maha mengampuni, ampunkanlah setiap dosa daripadanya. Wahai Dzat yang maha mengabulkan, kabulkanlah setiap doa yang iya panjatkan kepada Mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H