Mohon tunggu...
Eko Fangohoy
Eko Fangohoy Mohon Tunggu... Editor - Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Belajar filsafat di UGM, Yogyakarta. Suka membaca, menulis, menyunting naskah, bikin meme, dan, dulu (waktu aplikasinya masih populer), suka mengotak-atik actionscript animasi flash...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prosesi Pemakaman yang Dahsyat

21 Juli 2011   05:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 2481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13112265102022037216

[caption id="attachment_120665" align="alignright" width="300" caption="Iring-iringan pengantar peti mati Otto von Habsburg"][/caption]

Prosesi pemakaman barangkali menjadi salah satu cara untuk melihat bagaimana status orang yang sudah meninggal atau setidaknya bagaimana orang-orang yang masih hidup memandang orang yang sudah meninggal. Seorang gelandangan yang tidak berkeluarga dan mati karena menjadi korban tabrak lari tentu akan berbeda cara pemakamannya dengan seorang mantan presiden, misalnya. Pada awal Juli 2011 lalu, Eropa baru saja kehilangan seorang mantan putra mahkota terakhir dari suatu kerajaan, yang menurut beberapa orang adalah kerajaan Eropa tertua (atau setidaknya terlama). Orang itu adalah Otto von Habsburg dari Austria. Nama panjangnya? "Franz Joseph Otto Robert Maria Anton Karl Max Heinrich Sixtus Xavier Felix Renatus Ludwig Gaetan Pius Ignatius von Habsburg". Itu baru nama tok. Mau ditambah dengan gelar resminya? Agak sulit menuliskan gelar orang ini secara lengkap-karena gelar resminya sangat panjang (apalagi kalau ditambahkan ke nama lengkapnya tadi). Namun, gelar yang panjang itu sangat terkait dengan status yang dimiliki oleh Otto. Tepatnya, gelar yang dimilikinya berkaitan dengan "kerajaan" yang diwarisi atau hampir pernah diwarisinya. Dari Kekaisaran Romawi Suci sampai Kekaisaran Austria Kisahnya begini. Pada tahun 800 masehi, Charlemagne (Karolus Magnus, Charles the Great, atau Karel yang Agung) dimahkotai oleh Paus Leo III menjadi raja atau kaisar dari kerajaan/kekaisaran yang kemudian dikenal sebagai Holy Roman Empire (Kekaisaran Romawi Suci). Walaupun nama tersebut (Kekaisaran Romawi Suci) belum disandang secara resmi oleh kekaisaran/kerajaan tersebut, namun Charlemagne sudah dianggap sebagai kaisar romawi-kaisar bangsa Romawi. Kekaisaran atau kerajaan ini dimaksudkan untuk "melanjutkan" Kekaisaran Romawi [Barat] yang sudah runtuh pada sekitar tahun 470-an (sekitar 3 abad sebelumnya). Wilayah kekaisaran ini mencakup hampir semua wilayah Eropa Barat, termasuk wilayah Jerman dan Italia. Kelak, baru pada Kaisar Otto I-lah, kekaisaran/kerajaan ini secara resmi menyandang nama "Kekaisaran Romawi Suci". Kekaisaran Romawi Suci mengalami pasang surut, tetapi tetap bertahan sampai Kaisar Francis II (1782-1806). Di bawah ancaman Napoleon Bonaparte yang ingin menghancurkan Kekaisaran Romawi Suci (dan menggantikannya dengan Kekaisaran Prancis), Francis II mendirikan suatu kerajaan baru untuk menyelamatkan keluarga dan keturunannya, yaitu Kekaisaran Austria. Francis II pun menjadi kaisar pertama dengan nama Francis I (1804-1835). Praktis, Kekaisaran Romawi Suci berakhir dengan tindakan Francis II ini. Namun, secara garis keturunan, Francis II, yang adalah kaisar terakhir Kekaisaran Romawi Suci, tetap mewarisi darah para leluhurnya yang adalah para kaisar kekaisaran tersebut. Dengan demikian, walaupun keturunan Francis II hanya menjadi Kaisar Austria, mereka tetap berada dalam satu jalur langsung dari para kaisar dari Kekaisaran Romawi Suci. Wilayah kekuasaannya pun berkurang, mencakup antara lain beberapa wilayah, seperti beberapa bagian Jerman, Italia, Austria, dan Hongaria, serta beberapa wilayah di semenanjung Balkan. Francis II-atau Francis I-memiliki beberapa generasi keturunan yang menggantikannya sebagai Kaisar Austria. Ini berlangsung sampai Kaisar Charles I (anak dari cicit Francis II). Charles I bertakhta antara tahun 1916-1918. Pada tahun 1918, akibat kerusuhan yang terjadi di seluruh wilayah Kekaisaran Austria, Charles I memutuskan bahwa rakyatnya bebas untuk mengakui dan menjadi warga dari negara-negara nasional yang baru saja bermunculan, seperti Hongaria dan Jerman-Austria. Namun, ia sendiri tidak menyatakan turuh takhta (oleh beberapa orang, pengumumannya tersebut dianggap sebagai pengumuman turun takhta yang berarti penghapusan Kekaisaran Austria). Pemerintahan nasionalis-republik Austria tidak menganggap Charles sebagai Kaisar Austria lagi dan mengusirnya keluar. Charles dan anak-anaknya hanya boleh kembali ke Austria jika membuang semua gelar kebangsawanan mereka dan tidak lagi mengakuinya. Ketika Charles I dimahkotai sebagai Kaisar Austria pada November 1916, otomatis Otto, yang adalah anak Charles I, menjadi Putra Mahkota KekaisaranAustria. Ini membuatnya menjadi pewaris sah dari kekaisaran tersebut jika Charles I mangkat. Otto juga memegang berbagai gelar kebangsawanan yang melekat pada status Putra Mahkota tersebut. Namun, karena situasi baru tersebut, ia harus hidup dalam pembuangan bersama ayahnya. Setelah hidup berpindah-pindah (Swiss, Spanyol, Belgia, Prancis, Amerika, dan Jerman) bersama keluarganya, Otto akhirnya diterima oleh pemerintah Austria pada tahun 1966 (walaupun ia juga tetap tinggal di Bavaria, Jerman-bahkan ia lebih lama tinggal di sana ketimbang di Austria), ketika ia bersedia menjadi warga negara Republik Austria yang patuh dengan "meninggalkan" semua gelar kebangsawanannya. Walaupun tidak lagi memegang kekuasaan sebagai kaisar, juga dengan "wilayah kekuasaan" yang jauh berkurang, serta gelar yang disandangnya lebih bersifat kehormatan dan seremonial belaka, Otto mewarisi semua garis leluhur ayahnya, salah seorang keturunan Kaisar Romawi Suci dan Kaisar Austria. Ayahnya tidak pernah menyatakan diri mundur dari takhta Kekaisaran Austria, sehingga Otto, keluarganya, dan para pendukungnya memandang dirinya sebagai pewaris takhta Kekaisaran Austria dan sekaligus sebagai penerus yang sah (Kaisar Austria). Status ini juga tetap diakui di antara kerabat dan kalangan bangsawan di Eropa. Berbeda dengan Otto, anak-anak Otto tidak memiliki gelar Putra Mahkota. Mengapa? Karena Otto berstatus sebagai Putra Mahkota "abadi". Sampai Otto meninggal, ia tetap memegang status ini dan tidak pernah "naik pangkat" menjadi Kaisar Austria. Otomatis, semua gelar yang melekat pada Putra Mahkota pun hilang bersama dengan kematian dirinya, dan gelar-gelar itu tidak pernah dimiliki oleh semua keturunan Otto. Paling-paling, anaknya bergelar "Bangsawan Habsburg" (Habsburg adalah nama dinasti/trah keluarga mereka sejak Francis II, sang Kaisar Romawi Suci terakhir dan Kaisar Austria pertama). Ini membuat beberapa orang menganggap Otto sebagai Putra Mahkota terakhir--atau bagi para royalis dan anggota keluarga: Otto adalah "Kaisar Austria" terakhir, suatu gelar yang sebenarnya dapat ia miliki jika kekasiaran tersebut tidak pernah dibubarkan pemerintah republik Austria. Ketika "Kaisar Terakhir" Mangkat Gelar kebangsawanan Otto yang panjang sempat disebutkan pada awal prosesi pemakamannya di Wina, Austria (16 Juli 2011). Namun, di sinilah bagian menarik dari prosesi tersebut yang langsung merangkum sejarah panjang dari "kerajaan Eropa tertua" yang diwarisinya. Ternyata, penyebutan gelar itu pun "tidak berguna". Prosesi pemakaman tersebut mencoba merangkum bagaimana kebesaran suatu kuasa duniawi sebagai hal yang memang membanggakan tetapi di lain pihak juga sia-sia dan tak berguna. Ketika iring-iringan pembawa peti jenazah berhenti di depan gereja, ritual kuno pemakaman pun dimulai. Ritual ini diawali dengan suatu dialog antara ketua rombongan (yang diwakili oleh MC) dan pastor yang mewakili pihak gereja (prior). Inilah transkrip dialog tersebut dalam bahasa Inggris dan Indonesia. [MC mengetuk pintu gereja tiga kali] Prior: Who desires entry?[Siapa yang mau masuk?] MC: Otto of Austria; once Crown Prince of Austria-Hungary; Royal Prince of Hungary and Bohemia, of Dalmatia, Croatia, Slavonia, Galicia, Lodomeria and Illyria; Grand Duke of Tuscany and Cracow; Duke of Lorraine, Salzburg, Styria, Carinthia, Carniola and the Bukowina; Grand Prince of Transylvania, Margrave of Moravia; Duke of Upper and Lower Silesia, of Modena, Parma, Piacenza, Guastalla, of Oświęcim and Zator, Teschen, Friaul, Dubrovnik and Zadar; Princely Count of Habsburg and Tyrol, of Kyburg, Gorizia and Gradisca; Prince of Trent and Brixen; Margrave of Upper and Lower Lusatia and Istria; Count of Hohenems, Feldkirch, Bregenz, Sonnenburg etc.; Lord of Trieste, Kotor and Windic March, Grand Voivod of the Voivodeship of Serbia etc. etc. Prior: We do not know him. [Kami tidak mengenalnya] [MC mengetuk pintu gereja tiga kali] Prior: Who desires entry? [Siapa yang mau masuk?] MC: Dr. Otto von Habsburg, President and Honorary President of the Paneuropean Union, Member and quondam President of the European Parliament, honorary doctor of many universities, honorary citizen of many cities in Central Europe, member of numerous venerable academies and institutes, recipient of high civil and ecclesiastical honors, awards, and medals, which were given him in recognition of his decades-long struggle for the freedom of peoples for justice and right. Prior: We do not know him. [Kami tidak mengenalnya] [MC mengetuk pintu gereja tiga kali] Prior: Who desires entry? [Siapa yang mau masuk?] MC: Otto, a mortal and sinful man. [Otto, manusia berdosa yang fana] Prior: Then let him come in. [Biarkan dia masuk] Jika prosesi pemakaman ini adalah suatu prosesi pemakaman yang dahsyat, hal itu karena 2 hal ini: 1) ini adalah prosesi pemakaman atas seseorang yang berdasarkan darahnya merupakan seorang pewaris dari suatu kerajaan besar pada masa lalu-suatu lintasan sejarah panjang dan agung, dan 2) ini adalah prosesi pemakaman yang menunjukkan bahwa lintasan sejarah panjang dan agung itu tidak berguna di hadapan Sang Pencipta. Barangkali selama masa hidupnya, Otto telah belajar bagaimana mengabaikan berbagai gelar yang disandangnya. Proses ini barangkali bertumbuh dari dalam atau karena keterpaksaan dari luar. Ketika Kekaisaran Austria dihapuskan oleh pemerintahan republik Austria, berbagai gelar yang disandang Otto otomatis hanya menjadi gelar masa lalu. Ia mungkin sudah belajar bagaimana hidup tanpa gelar-seperti tampak dari kesediaannya untuk "meninggalkan" semua gelar demi menjadi warga negara Republik Austria yang patuh pada tahun 1966.

Di dalam prosesi pemakaman Otto, orang-orang pun mengakui, tidak ada gelar yang paling penting yang patut disandang oleh seorang manusia. Berbekal seabrek gelar, Otto von Habsburg pun tidak boleh masuk ke gereja. Di hadapan Tuhan, Sang Maharaja di atas segala Maharaja, seorang gelandangan yang tak bernama atau seorang keturunan langsung serta penerus Kekaisaran Romawi Suci dan Kekaisaran Austria pun berstatus sama: orang berdosa yang fana dan tunduk pada kematian.

Di hadapan-Nya, orang cukup mengaku sebagai orang berdosa.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun