Mohon tunggu...
Eko Budi Wa
Eko Budi Wa Mohon Tunggu... -

Alumni Antropologi Sosial dan sedang melanjutkan studinya di Corporate Social Responsibility and Community Development FISIP UI. Alumnus Pengajar Muda 2 Indonesia Mengajar. Wirausaha Muda Kemenkop. Peneliti Muda UKM Center FEUI

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ada apa di Balik Semua Ini?

17 Maret 2015   10:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Jika kita melihat sebuah pameran mobil kita akan disajikan dengan para SPG yang cantik berada di samping mobil tersebut, sebenarnya apa yang dijual disana adalah mobilnya, SPG itu hanya pemanis supaya anda mau membeli mobilnya. Begitu juga jika kita menyaksikan aktivitas CSR dan lingkungan yang dilakukan perusahan tambang, itu hanya pemanis supaya anda bisa menerima kehadiran perusahaan tambang itu.

Sekilas

Di awal 2004, Indonesia dikejutkan dengan laporan mengenai adanya seorang bayi yang sakit di Pantai Buyat, dan diduga sakit yang diderita bayi tersebut berhubungan dengan tailing PT.NMR (Newmont Minahasa Raya) yang ditempatkan di Teluk Buyat. Tidak seorang pun yang percaya bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh operasi PTNMR. Penduduk desa dan pegiat lingkungan melakukan unjuk rasa di Manado, ibu dan anak yang sakit tersebut diterbangkan ke Jakarta oleh LSM nasional dan politisi lokal, dengan tuduhan bahwa penyakit yang diderita bayi tersebut yang berujung pada kematian akibat pencemaran merkuri operasi tambang PTNMR. Beberapa warga desa dari Pantai Buyat mengajukan protes kepada polisi di Jakarta mengenai dugaan pencemaran. Situasi
 ini mendapat sorotan media internasional dan halaman depan harian the New York Times memuat laporan dugaan adanya hubungan antara bayi yang meninggal dengan keracunan merkuri di Pantai Buyat.

Kemudian pada 2005, Majelis Hakim mendengarkan gugatan perdata yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan bahwa pemerintah dan Newmont harus berdamai. Proses perdamaian selanjutnya menghasilkan kesepakatan Goodwill Agreement yang dikeluarkan pada Februari 2006. Sesuai dengan hasil yang disepakati, pihak yang bersengketa sepakat untuk melakukan pemantauan lingkungan ilmiah independen pascapenutupan tambang dan pelaksanaan program pembangunan berkelanjutan di daerah.
(http://www.newmont.com/files/doc_downloads/crr/CRR-Global-Summary-Report-Indonesian.pdf)

Selama kurun waktu delapan tahun masa penambangan (1996-2004), PT.NMR  berhasil memproduksi 1,8 juta "troy ounce" emas batangan (1 troy ounce setara 31,1 gram). Produksi emas rata-rata 750 gram per bulan. Sebenarnya PTNMR mengakhiri masa penambangan tahun 2001, karena bebatuan yang mengandung mineral emas di bukit Mesel memang sudah habis, namun pabrik yang pengolahan masih memproses sisa stok material hingga Agustus 2004.
(http://www.antaranews.com/berita/275756/jejak-hijau-di-bukit-mesel)

Dari masa penambangan yang dilakukan PT.NMR secara terbuka tentu banyak menimbulkan kerusakan lahan, antara lain terjadinya perubahan sifat tanah, munculnya lapisan bahan induk yang produktivitasnya rendah, timbulnya lahan masam dan garam-garam yang dapat meracuni tanaman, rusaknya bentang alam, serta terjadinya erosi dan sedimentasi. Tanah hasil pembongkaran mempunyai sifat yang berbeda dengan keadaan sebelum dibongkar, yaitu tanah terlalu padat, struktur tidak mantap, aerasi dan drainase buruk, serta lambat meresapkan air. Dalam proses penimbunan, lapisan tanah menjadi tercampur aduk. Masalah lain adalah timbulnya tanah masam. Belum lagi masalah perubahan bentang alam dapat mengganggu keseimbangan alam menyebabkan stabilitas lingkungan berubah dan tanah mudah longsor. Erosi akan menimbulkan masalah sedimentasi di badan-badan air.

Reklamasi pasca tambang

Dikabarkan, program reklamasi dan revegetasi lahan seluas 200 hektar di bekas penambangan emas PTNMR di Ratatotok, Sulawesi Utara yang berlangsung sekitar 13 tahun telah menelan  dana 5,6 juta dolar AS atau sekitar atau sekitar Rp55 miliar Dari 240 hektar lahan terpakai, yang bisa direklamasi seluas 200 hektar. Selebihnya berupa kolam bekas galian tambang, dinding galian dan jalan, tidak yang bisa ditanami kembali. Dan dikabarkan pula bahwa lahan bekas tambang akan diusulkan menjadi kebun raya. (Apakah benar?)

Pertanyaan

Jika hal tersebut benar, mungkin ada hal yang perlu kita sadari kembali. Bahwa aktivitas yang dilakukan PT.NMR bisa saja pengalihan dari sesuatu yang lebih besar. Pertanyaan yang timbul adalah, apakah reklamasi pasca tambang bisa mengembalikan hutan ekonomis yang dahulu menjadi sumber pendapatan penduduka aseli, bisa saja dengan alasan reklamasi pihak perusahaan hanya menanam tanaman yang ‘penting tumbuh’? Apakah reklamasi pasca tambang yang dilakukan bisa mendatangkan ekosistem yang mendukung aktivitas hutan secara alami? Seperti aneka species yang menetap di hutan tersebut. Dan pertanyaan terbesar adalah, daerah mana lagi yang akan dijadikan sumber eksplorasi Newmont berikutnya? Mengingat bahwa aktivitas utama perusahaan ini adalah menambang bukan menanam. Kita bisa saja berprasangka bahwa apa yang dilakukan Newmont sekarang demi bisa diterima ditempat yang baru di bagian wilayah Indonesia lainnya.

Penutup

Maka masa depan Newmont dan bisa jadi perusahaan tambang ektraktif lainnya adalah bergantung pada kemampuan dalam mengembangkan, mengoperasikan, menutup dan mereklamasikan tambang nya yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan dan nilai tambah kepada masyarakat ditempat operasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun