“Aduh, Mas ceritanya panjang, nanti aja ya, kita ketemuan lagi! Sekarang aku harus buru-buru, nih, ada keperluan! Ini nomor hapeku.”
Kami saling bertukar nomor hape dan Mey-Mey pun meninggalkanku dengan segudang tanda tanya. Mey-Mey, seorang gadis yang pertama kali aku kenal di kampus. Saat itu, pada waktu registrasi sebagai mahasiwa baru kami berkenalan. Awalnya secara tak sengaja, aku dan dia sama-sama mengantri untuk memasukkan berkas. Kami pun merasa nyambung dan nyaman ketika kami saling bertukar cerita. Hari demi hari kami lewati bersama. Kami tidak perduli kalau ada tembok pemisah yang akan memisahkan kami. Dan itu harus kami lalui. Hingga akhirnya, kami sepakat untuk berpisah karena memang tidak mungkin bersatu.
Aku melirik jam tanganku. Sudah pukul lima sore. Aku belum sholat ashar, bisa keburu maghrib nih kalau tetap di sini melamunkan Mey-Mey. Ketika aku menyalakan motorku, aroma melati parfum Mey-Mey masih tercium di dekatku. Ku cium pakaian dan sekitar motorku.
“Celaka”, pikirku. “Bau parfum melati-nya Mey-Mey menempel di kemeja dan badanku. Padahal jarak aku dan Mey-Mey tadi tidak terlalu dekat. Koq aroma melatinya bisa menempel? Bisa bahaya nih”, pikirku. Kalau sampai istriku menciumnya, bisa tidak dapat jatah nih nanti malam. Aku memutar otak bagaimana menghilangkan aroma melati di badanku.
Segera kutancapkan gas motorku menuju masjid terdekat. Mungkin dengan shalat ashar di mesjid bau aroma melati Mey-Mey bisa hilang. Sebetulnya, agak malu juga shalat ashar jam segini di masjid. Masa’ shalat asharnya mendekati maghrib. Tapi, aku tidak peduli. Daripada didiamkan istri selama semalam, lebih baik aku shalat di masjid.
Diiringi pandangan beberapa mata orang yang duduk di pelataran masjid, aku menyelesaikan shalatku dan menuju motor untuk menuju ke rumah. Saat aku sudah duduk di atas motor, aku mencium baju dan badanku. Ternyata aroma melati itu masih tercium dari badanku. Kenapa bisa begini? Apakah ini yang namanya kekuatan cinta pertama, tidak pernah mati sampai kapan pun? Bisa runyam nih, kalau tidak diatasi.
Tanpa pikir panjang, aku menuju ke sebuah supermarket dekat masjid. Kubeli sebuah sabun dan handuk kecil. Aku kembali ke masjid dan menuju ke kamar mandi. Mungkin dengan mandi di masjid, aroma melati tersebut bisa hilang.
Hampir setengah bak mandi aku habiskan untuk menghilangkan aroma melati itu. Setelah aku keluar dari kamar mandi dan menuju ke motorku, aku kembali mencium badanku. Masya Allah, aroma melati itu belum juga hilang. Waktu sudah mendekati maghrib. Pasti istriku sudah gelisah menanti kepulanganku. Aku harus sms dia. Terpaksa aku harus membohongi istriku. Mau gimana lagi. Masak aku harus jujur. Berat juga sih membohongi istri. Padahal aku sudah berjanji untuk tidak membohongi dia lagi, sejak beberapa bulan lalu. Aku sudah kapok selalu membohongi istriku. Namun, untuk kali ini, aku terpaksa melakukan hal itu. Kata orang bohong itu tidak apa-apa demi kebaikan. Tidak tahu orang siapa yang mengatakan kata-kata demikian. Benar tidaknya hanya Tuhan yang tahu.
Melalui sms, kukabari bahwa aku telat pulang karena kepala sekolah menyuruhku ke sekolah karena ada pekerjaan yang harus kuselesaikan. Istriku tidak bertanya lebih lanjut. Dia hanya berpesan agar tidak terlalu larut pulangnya. Dia sudah seratus persen percaya dengan janjiku untuk tidak membohongi dia lagi.
Azan magrib berkumandang dengan syahdu. Aku yang tidak terbiasa melakukan shalat berjamaah di masjid, terpaksa harus melakukannya. Mungkin setelah shalat berjamaah di masjid, bau melati itu bisa hilang.
Setelah berzikir dan berdoa, aku melangkahkan kaki ke luar masjid. Sesampainya di pelataran masjid, aku kembali mencium bau badanku untuk memastikan apakah aroma melati itu benar-benar sudah hilang. Semangatku hilang ketika ternyata bau melati itu masih ada di badanku. Aku harus gimana lagi? Aku bingung memikirkan semua ini. Apakah aku harus menunaikan shalat Isya lagi di masjid supaya bisa hilang?