Mohon tunggu...
Eko Oesman
Eko Oesman Mohon Tunggu... Freelancer - freelancer

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja-Pram

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sedekah Masuk Kembali

5 Oktober 2019   22:00 Diperbarui: 5 Oktober 2019   22:03 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Awalnya becanda. Di sebuah siang, hari Jumat, saya, Jaya dan Gita, dua teman sekantor sedang berbincang di dalam taxi online menuju hotel Le Meridien. Dari dalam dompet saya keluarkan uang seratus ribuan. Masuk ke saku atas. Niat pingin memberikan sedekah terbaik di Jumat barokah.

Saya: Sedih itu tau nggak Jay?
Jaya: Apa pak?

Saya: Ketika buka dompet ambil uang di dompet eh yang pertama nongol uang seratusan ribu.
Gita: Terus pak?

Saya: Iya, konsep sedekah kan jelas. Berikan yang terbaik, sehingga Allah juga pasti membalas dengan banyak kelebihan yang lebih baik.
Gita: Terus pak? (Nggak sabaran)

Saya: Prakteknya tidak segampang itu. Dalam hati syaitan menggoda. Ngapain lagi ada seratusan ribu. Pinginnya di dalam dompet nilai uang tertinggi adalah dua puluh ribuan. Jadi sedekahnya cukup segitu.
Gita: Oalaa, iya paham saya pak. Terus pak?

Saya: Ya begitulan syaitan.

Akhirnya keluar juga ceramah saya. Walau tidak di mimbar masjid.

Saya tanya Jaya dan Gita, apakah mereka berdua pernah "niat banget" ambil uang dengan sengaja ke ATM untuk bersedekah? Jaya menjawab pernah, tapi sekalian buat keperluan yang lain. Syaitan akan berjuang sampai tetes darah penghabisan untuk menghalang-halangi niat baik kita itu.

Khotbah singkat di siang itu harus diakhiri karena taxi sudah sampai di lobby hotel. Kami pun bubar jalan. Setelah acara selesai, semua peserta workshop bergegas menuju tempat sholat Jumat. Bukan masjid atau mushala. Sebuah ruangan disulap menjadi masjid lengkap dengan khotib dan muadzinnya.

Di dalam lift menuju tempat sholat, syaitan menggoda lagi. Ngapain ngasih sedekah banyak-banyak. Ini kan bukan masjid. Mending di masjid dekat rumah saja. Alhasil dompet kembali dirogoh. Merahnya masuk, diganti lembaran berwarna biru. Warna khas atribut Sensus Penduduk 2020 tahun depan. Lima puluh ribuan masuk saku atas. Senyum syaitan mengembang.

Sambil mendengar khotbah, kenclengan kotak sedekah bergerak perlahan dari satu jemaah ke jemaah lainnya. Dalam hitungan detik saya menangkap sinyal bahwa kotak amal tersebut tanpa label. Tak ada kata kotak infak, atau nama masjid dan mushalla. Hanya empat huruf tanpa arti. Bisa jadi itu adalah kependekan atau apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun