Teater Monolog 3 :
Puisi Menulis Dibayar Berapa
Ditulis oleh : Eko Irawan
Uang itu angka angka. Mimpi penulis adalah hidup layak. Â Dapat gaji dan fasilitas. Jadi profesi. Tapi siapa mau bayar? Untuk untaian puisi.Â
Banyak yang tanya, menulis dibayar berapa. Semua ingin sejahtera. Ingin hidup dari karya. Menulis juga butuh biaya. Beli paket data. Pergi sana sini cari inspirasi. Dan itu, bukan gratis.
Jujur masih kalah sama tukang parkir. Bekal peluit, 2000 perak masuk kantong. Praktis. Menghasilkan. Menulis dibayar berapa? Apalagi nama tak terkenal. Karyamu tak terbaca, hanya numpang lewat diberanda. Lalu hilang ditelan masa.
Namun menulis lebih kaya dari setumpuk uang. Karya itu mahal, karya itu merdeka. Tak dijajah demi uang semata. Cobalah menulis, kalau bisa. Tunjukan mana, apa bisa.
Berbahagialah para penulis. Ada untuk keabadian. Meski kau lelah mengais rejeki diladang lain, tapi semangatmu membara dalam sastra. Terbukti dalam teater monolog nya.Â
Jika kau hebat, mana bukti nyatanya. Yang masih bisa dibaca. Tersimpan dan terus bisa dibaca. Ditafsir maknanya. Untuk 1000 tahun abadi. Mana, mana, tunjukan mana.
Malang, 10 Mei 2022
Baca juga :