Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Romansa Asmaraloka Balekambang (Jalan-jalan Sejarah #1)

25 Maret 2022   21:47 Diperbarui: 25 Maret 2022   21:49 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan jalan sejarah #1 gambar diolah dari wisatarakyat.com

Cerpen : Romansa Asmaraloka Balekambang
Seri Cerpen Jalan Jalan Sejarah #1
Ditulis oleh : Eko Irawan

---------------------------------

57 km dari Kota Malang

Pantai Balekambang adalah sebuah pantai di pesisir selatan yang terletak di tepi Samudra Indonesia secara administratif masuk wilayah Dusun Sumber Jambe, Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan merupakan salah satu wisata di Kabupaten Malang sejak 1985 hingga kini. Daya tarik Balekambang utamanya tentu panorama alam, gelombang ombak yang memanjang hampir dua kilometer, serta hamparan pasir nan luas. Area pasir putih terlihat bersih dari sampah maupun kotoran sehingga cukup nyaman bagi pengunjung untuk bermain dan berolahraga. Demikian dilansir Wikipedia tentang Balekambang. 

"Ayo Ke sana..." Bisikku padamu siang itu. Kau bilang sudah bosan. Kau banyak ceritakan acaramu ke pantai. Aku manggut manggut saja.
"Pingin Sayangku, ayo, Minggu ya..." Pintaku merajuk. Kau sepertinya malas untuk acara jalan jalan ke pantai. Sejak kita jalan, kita memang belum pernah sekalipun ke pantai.
Aku terdiam. 57 km dari malang. Dengan caraku bersepeda motor, tentu kau berpikir akan lama banget perjalanannya. Kau memang selalu protes dengan lambatnya caraku bermotor. Bukan sepeda motornya yang butut, tapi caraku joki motor tentu kalah dengan caramu joki yang sat set melesat. Itu prasangka sendiri. Tapi entah apa dibenakmu, aku tidak bertanya lagi.
Jam sudah menunjukan 20.15. kita lagi ngopi berdua di kedai langganan. Sepertinya kau ingin cepat cepat pulang. Kita memang tak bisa berlama lama seperti pasangan lainnya. Hubungan denganmu itu sangat prakmatis, yang jelas jelas saja yang kau mau.
" Minggu ya, Balekambang" pintaku menegaskan. Dengan mesem khasmu kau bilang lihat saja nanti, akan berkabar via WhatsApp.
Setelah kau habiskan white coffemu, kaupun pamit. Itulah sekelumit pertemuan Jumat malam itu. Tak harus malam Minggu kita biasa bertemu. Ada waktu, kita pasti bertemu. Kaupun memberi salam pulang meninggalkanku. Pertemuan yang sekejap, tapi bisa membuatku bersemangat. Bahwa aku masih punya masa depan dengan bersamanya.

Tengah Malam Bersama Panji Margasmara

Akupun pulang. Ada sejam aku dijalan menuju rumah. Lumayan lelah juga, tapi hatiku gembira. Setelah parkir motor, aku Kembali ke perpustakaan kamarku yang penuh dengan buku. Setelah ganti baju dan sholat isya, aku kembali duduk ditempat biasanya aku menghabiskan malam malamku. Tengah malam ini aku kembali mengulik cerita Panji margasmara. Entah mengapa aku begitu terpikat dengan cerita Panji margasmara ini. "margasmara" berarti : jalan (marga) cinta (smara). Acapkali, jalan cinta itu berliku-liku, rumit, dan dramatis. Untuk mendapatkan kekasih hati, tak senantiasa berlangsung mulus. Apabila hubungan cintanya tidak direstui oleh orang tua, misalnya si gadis telah dijodohkan dengan lelaki lain, maka jalan cintanya terus dilanjut, meskipun dengan mengambil jalan belakang (back street). Malahan, bisa terjadi, sebagaimana pada tradisi arkais atau kuno di sejumlah etnik, perkawinan sepasang kekasih itu ditempuhi dengan "kawin lari (colong rabi)". Demikian halnya dengan jalan cinta berliku yang telah ditempuhi Panji Margasmara dan Ken Candrasari yang dikisahkan dalam naskah sastra "Kidung Panji Margasmara", yang boleh jadi ditulis oleh seorang rakawi asal Malang pada Masa Akhir Majapahit.
Bagiku kidung Panji margasmara ini seperti cerita asmaraku denganmu. Sebuah inspirasi nakal dan konyol untuk membawamu pergi saja dan kita buka lembar baru kehidupan kita. Ide ini sering kulontarkan padamu dan kau tentu akan berpikir seribu kali untuk minggat denganku. Ini jaman modern. Tentu butuh bekal lumayan. Sekarang semua pakai uang. Tanpa uang, apa asyiknya minggat. Lucu juga.
Kembali ke petualangan Panji di timur Kawi hingga ke candi Penataran, Blitar. Kisah itu menceritakan toponimi daerah daerah disekitar malang raya dengan nama masa lalunya.
Kidung 'Panji Margasmara' terdiri atas 22 pupuh, berlatar sejarah Nagari Singhasari pada era Akhir Majapahit (medio abad ke-15 Masehi) dan belatar geografis Malangraja hingga Blitar.
Dalam susastra ini tidak dikisahkan perseteruan antara kerajaan Gegelang dan Singhasari. Hal ini berbeda dengan kisah-kisah dalam Panji Mayor, dimana kerajaan Jenggala dan Kadiri (Pangjalu) dikisahkan sebagai dua kerajaan yang bermusuhan. Memang, Kidung Panji Margasmara tidak berlatar historis Masa Pemerintahan Kadiri dan Jenggala (abad XII-XIII M).

Hmm, seolah kisah ini memotret hubungan kita selama ini. Keluargamu seolah melihat diriku kurang sedap. Kita menjalani kisah berbelit Belit. Mbulet seperti benang ruwet. Entah apa yang terjadi diluar, aku tak pedulikan. Berita miring itu seolah mencoba menghalang halangi kisah kita. Kenapa sih kepo, pikirku. Entahlah, yang penting aku tulus padamu, dan sedikitpun tidak sedang bermain gila denganmu. Aku masih waras, dan kisah ini akan kuperjuangkan dengan sesungguhnya. Aku bukan sedang mempermainkan dirimu.
Kembali ke Panji Margasmara, menyebutkan tempat- tempat yang berada di daerah Malang raya, yaitu sebagai betikut : Singhasari (kini 'Singosari), Wewedon (Wedwa-wedwan, kini disebut dengan 'Gunung Wedon' di Kecamatan Lawang), Taman Kawidadaren (Kasurangganan, kini "Sumber Awan' di Kec. Singosari), Gandamayi (kini dinamai 'Bukit Gondomayit' di Singosari), Turen, Wilantik (di selatan Turen), Kayupuring (kini 'Gunung Puring; di Desa Sindurejo Kecamatan Gedangan), Kidal (kini Rejokidal atsu Kidal Kecamatan Tumpang), jurang Lamajang (dulu bernama Lamajang Tengah, kini 'Majangtengah' di Kecamatan Dampit), Padang (kini 'Desa Padang' pada lerang selatan Semeru), Kukub (mungkin situs Petungombo atau bisa jadi situs Gerbo di Kec. Tirtoyudo), Palandungan (di selatan Tirtoyudo, atau mungkin di Kacamatan Sumber Manjing Wetan),Wante (di pesisir Selatan Malang), Bale (bisa jadi kini 'Bale Kambang'), dan Gumuruh (kini 'Sengguruh'), maupun Kagenengan.

Wow, tersebut pantai balekambang......

# Pupuh 14-15 #
Setibanya di tepi laut usai dari Mandala Kukub (meminta restu nenek sakti) Ken Candrasari bertemu dengan Panji yg telah menunggu lalu menyisir perbukitan di Malang (selatan). Pada suatu saat mereka istirahat di sebuah bale di pinggir laut. Gambaran ini sesuai dengan tempat yg kini dikenal dengan nama Bale Kambang, selatan Kecamatan Bantur.
Dan ternyata Minggu nanti kita akan ke bale yang tertulis di kidung Panji margasmara. Rasanya semacam Napak tilas. Tak terasa ini sudah menjelang subuh, dan aku harus memberi kesempatan bagi tubuhku untuk istirahat. Rasanya aku egois, jika mau seenaknya sendiri tetap melekan hingga subuh. 

Ayo ke Balekambang Cintaku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun