Melihat nasib honorer, sebenarnya sangat miris. Tenaga dan pikiran mereka dihargai dibawah UMR Karena anggaran kantor jelas tidak mampu memenuhi standar gaji ideal. Dibeberapa sekolah, guru honorer ini digaji dari uang yang dikumpulkan paguyuban orang tua murid. Dengan penataan anggaran yang semakin transparan, akuntable dan amanah, tidak mungkin anggaran kantor yang sudah terencana post anggarannya tersebut, bisa berbelok arah untuk gaji honorer. Jelas hal tersebut menyalahi aturan. Bagaimana pertanggung jawabannya?
Hidup itu memilih. Kita yang memilih sendiri. Untuk apa berseragam dinas, hanya keren boongan, tapi tidak sejahtera. Lalu, tujuan hidup itu apa, jika sepanjang hidup hanya menunggu diangkat jadi PNS tapi kapan? Tidak jelas.Â
Kebijakan menghapus honorer 2023 saya kira cukup manusiawi, karena pola pikir amtenar sejak masa kolonial ini, harus diakhiri. Jadi PNS harus profesional.
Hal ini merupakan Tantangan para lulusan terbaru untuk adaptasi dan membangun pola pikir baru. Kenapa harus malu berwirausaha jika hal tersebut halal, punya masa depan dan menciptakan kesejahteraan? Untuk apa bergaya amtenar bak priyayi, tapi hanya menunggu diangkat jadi PNS tapi tidak pasti kapan. Bagi yang terlanjur jadi honorer, tidak perlu berkecil hati karena rejeki itu tidak bakalan salah alamat bagi mereka yang mau berusaha mencari, menemukan dan mengelola rejeki. Tuhan sudah memberi kita anugerah berupa kesehatan, tubuh yang kuat dan otak untuk berpikir. Saatnya membuka relasi sebesar mungkin, dan gunakan tehnologi terkini untuk berprogres kreatif. Banyak peluang baru tersedia digenggaman bernama smartphone android. Itulah keajaiban terkini yang akan membantu kita dewasa ini.Â
Bagaimana dengan anda? Kenapa tak berpikir wirausaha? Apa malu memiliki jiwa enterpreneur? Untuk apa berjiwa priyayi amtenar, tapi boong. Kenapa Hanya menunggu sesuatu yang tak pasti. Saatnya bijak, mulai sekarang jadi pioner terdepan atau hanya jadi penonton seumur hidup yang lihai mengkritik, tapi menghabiskan waktu sia sia tanpa membuahkan hasil untuk kesejahteraannya. Menunggu apa, sampai kapan dan kenapa?
Terima Kasih sudah membaca, semoga menginspirasi dan mohon maaf bila ada kalimat yang kurang berkenan. Semata mata ini hanya berbagi pengalaman dan motivasi untuk para muda agar visioner, yakin dan mampu meraih masa depan lebih baik.
Malang, 2 Februari 2022
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H