Ini bukan malam pertama, tapi ini jadi seri malam malam dekat denganmu. Tapi tak bisa menemuimu. Kau mau saja datang, tapi aku yang bodoh tanpa modal. Siapa suka pada omong kosong.
Sederhana saja. Aku itu sudah down. Tak perlu banyak cing cong. Tak perlu dihakimi. Aku itu butuh dirimu menjawab iya. Ayo. Itu akan membakar motivasi ku.
Ya, para cerdik pandai berkata. Dibalik pria hebat itu, selalu ada wanita tangguh. Dan dukungan itu, hebat. Tanpa dukungan, jadilah lelaki tak berguna, yang nongkrong dalam kesedihan. Menunggu dukunganmu. Yang belum juga datang.
Kadang memahami dirimu itu tak bisa disederhanakan. Aku tahu alasanmu. Tapi inilah jalan kisah kisah cinta kita. Harus dijalani, agar aku kuat. Tangguh.Â
Ide ke Jogja itu, untuk satukan tekad. Bukan nekad. Tapi kita butuh waktu untuk bicara dari hati ke hati. Untuk sepakat tanpa prasangka. Belajar percaya. Bahwa semua itu perlu dibicarakan.Â
Kopiku sudah habis. Hujan belum juga reda. Jam mulai berlari menuju malam. Kau tak bisa datang. Sudah kemalaman. Â Karena tak ada sesuatu yang bisa kuberikan. Dan ide itu, mungkin basi.
Kelak kuyakin kau akan bersedia hidup bersamaku. Hari ini mungkin aku sudah kempis dompetku. Kemana, kau tahu. Perjuanganku kau paham. Usahaku apa, kau mengerti. Buktipun sudah jadi milikmu. Tak perlu disangkal atau didustakan. Kelak Januari dari titik nol Jogja itu titik awal virtual kita. Mimpi harus dimiliki, karena kita masih punya asa.
Malang, 29 Januari 2022
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H