Harus percaya pada siapa lagi. Saat manisnya ghibah dijual obral. Tak ada yang bisa dipercaya. Ditelikung dalam sandiwara intrik penuh dusta.
Hidup jadi rangkaian kisah. Penuh puzzle. Enigma motif pribadi. Pura pura. Drama dendam. Dan prasangka. Demi tujuan para bangsat. Kepuasan para setan. Dalam perjalanan yang hilang.
Kembalilah ketitik awal. Sudah jujur, direkayasa. Penuh tipu daya. Demi Panji Panji para iblis. Pengkhianat berbulu dusta. Demi cerita bohong, yang meluluh lantakan kepercayaan.
Kembali sendiri. Mencoba percaya pada hati. Saat diri dibully. Disingkirkan dalam percaturan. Untuk tuduhanmu, yang penuh sumpah serapah.Â
Perjalanan yang hilang. Runtuh diterjang Angkara murka. Aku diam bukan berarti bisa sesukamu kau injak injak. Kau sepelekan. Aku sudah jujur, malah kau anggap bajingan.Â
Dramamu, sampah. Mulutmu setajam silet. Bukan wirid berpahala. Kau menang dipalagan dunia. Tapi keadilan akan menyobek para pendusta. Kau puas sakiti yang lain. Kelak menyesal jika kebenaran ditampakan. Tapi itu buah milikmu sendiri.
Karena aku sudah jujur. Tapi kau jual gratis untuk atas nama ghibah. Kau puas menari bahagia di panggung dustamu. Tapi kelak jadi tarian kematianmu. Dalam tangis tiada maaf. Itu pilihanmu sendiri.Â
selamat, penyesalanmu telah terlambat. Kau didoakan semua orang yang kau sakiti. Kau bangga menyebar berita, lalu tertawa ngakak bak malaikat. Kau puas lihat orang lain sengsara. Tapi kau pahlawan kesiangan. Hanya menjual aib orang.
malang, 10 Desember 2021
oleh Eko Irawan