Masihkah relevankah, dongeng kancil yang cerdik tapi gemar mencuri disampaikan pada anak anak bangsa Indonesia dewasa ini? Ah, hanya sekedar dongeng, apa ada pengaruhnya?
Secara tidak sadar, seorang ayah atau ibu mendongeng untuk anaknya adalah metodologi meletakan pendidikan karakter pada anaknya. Seorang anak kecil akan menelan mentah mentah apa saja yang disampaikan orang tuanya melalui media dongeng sebelum tidur. Dongeng ini, sudah disampaikan dari generasi ke generasi, dan apa yang diceritakan, akan masuk dalam pikiran dan itu dianggap benar.Â
Jika dipikir jernih, ada pembenaran tindak mencuri yang dilakukan oleh kancil dan agar tidak ditangkap pak tani, si kancil harus cerdik.Â
Makna yang terkandung dalam dongeng ini, jika ingin tidak tertangkap, maka harus cerdik. Kecerdikan si kancil digunakan untuk mencuri dan itu dianggap benar karena ada faktor kecerdikan sebagai cara menipu dan mengunakan akal atau kepandaian si kancil untuk tindak pencurian, yang nota Bene merugikan hasil kebun timun milik pak Tani. Itu makna yang saya tangkap sejak saya kecil dan mendengarkan dongeng ini.Â
Tindak pencurian hasil kebun oleh anak anak, untuk tujuan dimakan sendiri kerap terjadi dan dilakukan dari generasi ke generasi. Anak anak ini menganggap mengambil buah milik pak tani adalah lelucon belaka dan mengunakan kecerdikan ala si kancil tadi agar tidak ketahuan yang punya. Sepintas ini hanya kenakalan anak anak belaka, yang terinspirasi secara sistematis dibenak anak anak bahwa mencuri milik orang lain, asal tidak ketahuan adalah kecerdikan, kebanggaan dan dianggap pintar karena berhasil tidak diketahui yang punya kebun.
Pembenaran karakter jika cerdik digunakan untuk mencuri dan agar tidak tertangkap harus mengunakan kecerdikannya tadi, secara tidak sadar tertanam dalam benak anak anak yang didongengi kancil cerdik mencuri timun.Â
Urgensi dongeng kancil cerdik mencuri timun inilah yang secara tidak sadar disampaikan sebagai dongeng lucu dari generasi ke generasi sebagai dasar tindak korupsi oleh oknum. Para koruptor ini mencuri dan mengunakan kecerdikannya untuk tindak yang merugikan banyak pihak untuk tujuan memperkaya diri, kelompok dan golongannya sendiri.
Jika sejak kecil sudah ditanamkan bahwa mencuri itu dianggap lucu seperti kancil dan anugerah cerdik pandai digunakan sebagai cara untuk lepas dari jeratan hukum, bagaimana masa depan anak anak bangsa kelak, jika mindset cerdik itu untuk mencuri. Apakah mereka bisa amanat diberi kepercayaan mengelola bangsanya? Jangan jangan, berbekal cerdik tadi, membenarkan cara menempuh segala cara dan menggunakan cerdik pandainya untuk tindak korupsi.
Hal ini tantangan bagi para orang tua dan pegiat literasi untuk menciptakan dongeng kebangsaan yang tidak menciptakan sikap korupsi dan merugikan bangsanya sendiri.
Cerdik pandai itu jangan digunakan untuk mencuri dan menempuh segala cara agar lepas dari jerat hukum. Dalam ajaran keagamaan dan etika moral sesuai dasar negara bangsa ini, tindakan mencuri itu tidak baik. Merugikan orang lain. Merugikan bangsanya sendiri.