Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kotaku Dipeluk Banjir

13 November 2021   18:26 Diperbarui: 13 November 2021   18:34 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kotaku kota pegunungan. Mustahil banjir. Karena didataran tinggi, 506 mdpl. Sungai besar membelah. Gorong gorong raksasa sudah disiapkan penjajah Belanda. Resapan sudah tersedia. Tapi itu dulu.

Pernah sejuk. Hutan tumbuh mengitarinya. Tlatah luas di timur gunung Kawi.  Ada peradaban tertua di timur Jawa. Prasasti berangka tahun 760 buktinya. Negeri pekahyangan, dengan gugusan candi. Tapi itu dulu.

Saat Kotaraja mulai ramai. Sang Amurwabumi berburu dihutan sekitar. Malang masihlah belantara. Tumbuh belukar rimbun hutan resapan air. Pohon rindang penjaga alam. Tapi itu dulu.

Tapi itu hanya nostalgia. Kotaku dipeluk banjir. Mata air Brantas mengamuk. Meluluh lantakan keserakahan manusia. Air punya kecerdasan alami. Mengalir kedataran rendah. Tapi kenapa bisa banjir didataran tinggi.

 Hutan mulai beralih fungsi. Resapan air minim. Jika mau menuding salah, gampang. Bukan solusi. Lingkungan ini, rumah kita sendiri. Semesta adil memberi wejangan, melalui banjir.

Kotaku dipeluk banjir. Bukan curah hujan yang salah. Tapi bumi sedang menangis karena digunduli. Tak ada resapan. Ibu bumi dicor dan diaspal. Tak bisa menabung air. Keserakahan manusia merubah tatanan. Semua menjawab dengan dalih dan dalil.

Itu mereka. Kita berdoa. Orang kecil pinggiran hanya mampu menengadah langit. Semoga banjir tak merendam rumah orang miskin. Beri kami kesempatan dipeluk kesejahteraan. Bukan dipeluk kesusahan. 

Malang, 13 November 2021

Oleh Eko Irawan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun