Pamit pergi dengan senyum. Awal mimpi. Tapi pulang dengan muram. Awal dunia nyata. Dunia terbalik.
Ini bukan cermin. Ini kontradiksi. Semua kangen pulang. Cepat bergegas dalam sambut ceria. Duniaku beda. Mereka baity jannaty. Itu sudah terbunuh dendam. Oleh prasangka dusta dan aku dipaksa jadi tersangka. Untuk salah yang tak kulakukan.
Mimpiku bukan dalam tidur. Mimpiku ada diluar atap atap cinta. Saat semua dirampok. Oleh dia, selingkuhanmu. Orang yang kau bela. Sebagai maha benar. Segala kata dan perbuatannya adalah kuasa gila.Â
Kau dalam kuasa kegelapan. Sihir cinta para bajingan. Kau puja dia. Kau puji dia. Kau bela dia setengah mati. Proklamasimu, niatmu lurus. Tak bisa ditekuk. Semua rahasiaku dikuasai dia, bekal sihir kesengsaraan ini.
Pergi saja. Aku muak dengan sandiwaramu. Lebih baik kau bersamanya. Dan jangan menyesal. Apa yang kau buang adalah permata. Sementara dia adalah anjing neraka, yang mengaku malaikat langit. Sesalmu nanti tiada guna.
Belalah dia. Itu pilihanmu. Yang kau lihat sekarang dunia terbalik. Kecewamu nanti, sudah terlambat. Jalan takdirmu sudah kau pilih sendiri. Dengan sadar. Karena Tuhan tak suka caramu memutar balik fakta. Caramu untuk dia. Selingkuhan mu. Pujaanmu.
Malang, 25 Oktober 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H