Dear Diary. Peluklah aku. Tangis ini suara hati. Yang lelah. Jiwa yang sakit. Fisik yang tertatih. Ujung fana yang patah. Harus kemana lagi, karena aku berkeping di bully nasib.
Kucoba tenangkan jiwa. Agar tak berontak. Menyalahkan itu gampang. Tinggal tunjuk, lalu ngakak. Terbebas dari tanggung jawab. Yang menderita ini, dijadikan pesakitan. Yang disalah salahkan, untuk alasan yang tak masuk akal.
Teganya, ini nasibku. Aku diburu. Aku ditagih. Aku dipertanyakan. Derita ini ada dalam curhat. Pada sesama manusia. Katanya Angin surga perubahan. Kusudah percaya. Kusudah yakin. Tapi aku ditelikung. Dipenthung. Dan dijadikan tersangka gagalku sendiri. Tuhan, tunjukan Siapa yang GoblokÂ
Dear Diary. Hanya kamu yang mengerti. Aku sudah jujur. Tapi nasib burukku jadi komoditi. Menambah sakitku, jadi semakin sakit. Tuhan berilah keajaiban padaku. Itu saja. Agar aku kembali menapak jalan bahagia. Yang sudah dirampok para bajingan.
Kutulis. Kau diam. Simpan dalam lembar. Ini duniaku sendiri. Persetan para bangsat. Keadilan semesta akan menjawab. Jangan ambil hakku, aku butuh ditolong, bukan ditonton. Apalagi dijadikan terdakwa, atas gagalnya diriku. Tuhan Tunjukan KuasaMu.
Malang, 13 Oktober 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H