Aku selalu ada difase ini. Sudah jujur. Apa adanya. Tapi ditelikung. Dengan berbagai cara. Dengan berbagai alasan. Dan tipu daya. Tanpa pedulikan perasaanku. Semua menunggu salahku.Â
Musuh dalam selimut. Pura pura baik didepanku. Sandiwara murahan, bau tai. Kemana dirimu yang polos? Saat semua yang baik sudah kau ingkari. Demi membela lelaki bangsat, yang menodaimu.
Dia harus benar. Katamu, amalnya sundul langit. Ahli ibadah yang sabar. Sayang sama dirimu. Pilihan terbaikmu. Tapi menodai mahligai kehormatanmu. Ditengah masih ada aku. Mempertahankan harga dirimu. Tapi aku yang disalahkan.Â
Dramamu tidak bisa menutup kebusukan. Tipu kau tutup tipu. Dusta berbaju dusta. Agar kau benar. Dibela manusia. Tapi Tuhan yang kau sembah melihat bejatmu. Sungguh terkutuk perbuatanmu.
Iya, jika kau anjing. Bebas. Tapi kau seorang ibu. Kemana nuranimu? Kemana warasmu? Kau Galang semua fitnah. Kau pintar omong. Tapi membela sang bajingan. Kenapa tidak kau tuntut dia? Apa maumu aku diperalat? Seumur hidup?
Status ini status palsu. Kau tuntut bahagia padaku. Dengan alasan tanggung jawab. Tapi kau berikan hakku padanya. Dengan cara binatang. Sementara aku kau campakkan. Sungguh mulia caramu. Menjebak aku. Menunggu salahku. Dan dia ngakak lebar, menikmati hasil jarahan. Itukah lelaki sejati mu?
Malang, 10 September 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H