Jika kamu gentelment, lelaki sejati, datang saja ke rumah. Lamar! Tak perlu drama. Kamu pinta, aku kasihkan. Â
Tapi ternyata, kamu pengecut. Katamu, hanya menasehati. Demi Allah keluar dari mulutmu. Langit bumi saksinya. Dasar lidah tak bertulang. Dibelakangku kau main gila. Aku bisa kau tipu. Tapi malaikat, mencatat perbuatanmu. Enak ya selingkuh?
Ngaku saja. Tak perlu malu. Bikinlah baliho politisi. Kau kan sutradara hebat. Ahli strategi. Politikus cinta. Demi nafsu bintangmu, kau rusak mahligai suci. Dan orang lain kau korbankan untuk tumbalmu.
Kau dibela. Dibela setengah mati. Karma settinganmu berhasil. Sihirmu telah membuat zombie cinta. Yang tunduk tanpa sadar. Demi nafsu bejatmu.
Kau dipuji sebagai lelaki hebat. Amalmu sundul langit. Ahli ibadah. Tapi tiduri istri orang. Berkali kali. Seperti anjing. Â Biadab, tak bermoral. Itu sudah terjadi. Suka sama suka. Mau sama mau. Dan Tuhan yang kau sembah, tahu perbuatanmu. Untuk apa sandiwara tipu tipu.
Politikus cinta. Adu cara, demi kepentingan dunia. Kau pandai memperalat. Kau pandai mengendalikan. Janjimu manis. Tak peduli menyakiti hati yang lain.Â
Halus menebar sihir. Demi kepentingan nafsumu. Cinta palsu diranjang birahi. Memetik harta tanpa usaha. Sungguh mulia perbuatanmu. Menghipnotis kebenaran, agar jadi tersangka. Untuk dimanfaatkan.Â
Politisi cinta. Pemuja nafsu perusak mahligai bahagia. Tapi, dia pecundang. Pengecut yang main belakang. Kuridhoi kamu pergi dengannya. Itu pilihanmu. Katamu itu terbaik. Dan jangan kembali jika kau dicampakkannya. Karena kelak, sesalmu tak bisa menebus sakitku.Â
Malang, 18 Agustus 2021
Oleh Eko Irawan