Tak perlu drama. Dunia ini sudah panggung sandiwara. Jujur saja, kamu tak cinta aku. Tak perlu berbelit. Pergi saja. Sudahi semua kisah.
Cinta segitiga. Tersembunyi dalam hati. Untuk apa dipertahankan. Jika sudah ketahuan. Aku lelah berjuang untuk cinta yang sudah engkau campakan. Alasanmu sudah tak masuk akal. Karena kamu, mau menang sendiri.
Kau ulur keputusan. Untuk apa? Teganya dirimu, bertanya dapat apa. Jika diputuskan sekarang. Kenapa kau tuntut aku, sementara yang menikmati bahagia itu dia. Warasmu sudah sirna.
Tautan tiga hati. Aku, engkau dan selingkuhanmu. Kau sudah menipuku. Kau sudah permainkan kesucian janji suci. Atas dasar nafsu, kau lecehkan harga dirimu. Kau jual gratis atas nama cinta rombengan. Nafsu binatang yang menawarkan surga para setan.
Apa yang kau cari. Petualangan ranjang dengan alasan kepuasan. Ada yang halal. Tapi kau tempuh yang haram. Hidupmu kau tukar kemaksiatan. Dengan alasan cinta tapi drama kemunafikan.
Cinta segitiga. Terjadi karena suka sama suka. Mau sama mau. Jika kau sadar, kau tak mungkin melakukannya. Tapi itu terjadi. Sudah terjadi. Kau jelas puas atas nama dendam. Tapi apa yang kau dapat?
Kau mau dilecehkan. Kau wanita. Itu kehormatanmu. Kau sadar menjual gratis surgamu padanya. untuk dinikmati cara binatang. Tanpa syariat. Menabur dosa, menuai karmamu sendiri. Diapun tertawa. Mereguk surgamu. Kelambu kamar ditutup. Tapi Tuhan yang Kau sembah melihat bejatmu. Rencanamu. Kelakuanmu.
Aku bukan yang terbaik untukmu. Begitu katamu. Dan itu doa yang dikabulkan. Cinta segitiga, tautan tiga hati. Tak bisa diterus teruskan. Malah menyakitkan. Untuk apa hidup sekali, dibikin perih. Dipikin pahit. Aku berhenti.
Malang, 11 Agustus 2021
Oleh Eko Irawan