Tiga puluh empat tahun yang lalu. Saat pertama mengenalmu. Mengenal hasrat pada lantunan baris kata. Cerita tentang rasa. Yang disusun dalam bait. Singkat. Dalam melihatmu. Dalam memujamu. Saat masih lelaki kecil. Yang belum tahu dunia. Bersinggungan dengan wanitaku. Cinta pertamaku.
Itulah pertama kali dipeluk puisi. Dalam dekapan syair. Dipuja sajak sajak langit. Bintang gemerlap dalam harap. Saat masih culun. Yang memuja wanitanya. Rasa itu mengalir. Bagai darah diurat nadi. Tertuang dalam ratusan sajak. Yang sekarang terkubur. Hilang dalam larangan. Tenggelam dalam masa lalu. Hilang entah kemana. Musnah bersama penolakanmu.Â
Saat buku menemani. Tertuang dalam syair remaja. Ditukar dan ditukar. Berkawan dalam kode. Tertulis dalam perasaan. Sayang, aku kehilangan. Tak bisa kubaca lagi. Karena itu sudah hilang. Pergi bersama cinta yang dilarang larang. Karena aku dan kamu masih kecil. Terlalu muda untuk bicara cinta. Tapi rasa itu tak bisa dibohongi.
Aku selalu bersamamu. Saat itu. Berjalan berdua menapak indahnya rasa. Terekam dalam nuansa. Berbagi indahnya romansa. Kaulah semangatku. Kaulah inspirasiku. Memujamu, tiada lelah.Â
Inilah sepenggal kisah lalu. Yang kembali terulang. Dengan nama panggilan yang sama, tapi berbeda wanitaku. Dulu harus berpisah. Dan bertahun kemudian aku dihabisi kesepian. Karena kepergianmu. Semoga dirimu yang sekarang, adalah abadi. Hingga akhirat nanti.
Akulah lelaki dalam pelukan puisi. Ini bukan hal baru. Ini kubuat untuk rasa yang memang ada. Dulu aku masih remaja. Sekarang aku menua. Tapi dulu cinta pertama. Sekarang cinta terakhir.Â
Duhai lantunan syair. Bawalah aku pergi kepuncak nirwana. Jadikan kekasihku bidadari. Yang memeluk aku dalam kisah. Dalam setiap bait keabadian. Berjuang demi bersamamu. Duhai jodoh terbaikku.
Ini tak mudah. Tapi ini bukan tak mungkin. Ini amanat. Pesan rahasia mereka yang melahirkan kita kedunia. ini asli. Tak perlu dipertentangkan. Tak perlu dipertanyakan. Amanat itu tak harus kenal. Cinta itu tanpa alasan. Pengorbanan itu tulus. Hargailah. Jangan lepaskan. Karena bukan saatnya lagi pilih pilih. Ikatlah jangan sampai lepas. Jangan sampai pergi. Tak perlu prasangka. Jalanilah dengan nyaman. Karena tak kan ada lagi yang seperti ini. Terimalah karena ini milikmu. Hingga akhir nanti.Â
Malang, 18 Juni 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H