Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Salah Profesi, Salah Siapa

27 Maret 2021   08:33 Diperbarui: 27 Maret 2021   08:43 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri salah profesi Eko Irawan

Hidup itu memilih, tapi apa yang kita pilih belum tentu pilihan tepat. Dalam kasus pekerjaan, kadang tidak sesuai dengan latar belakang studi yang kita tempuh. Sudah kuliahnya mahal, ujung ujungnya tidak ada lowongan. Sudah dapat kerjaan, tapi jadi karyawan. Tidak cocok lagi dengan gelar pendidikan dan jurusan study kita dulu. Salah profesi, terus salah siapa? Menyesal?  

artikel ini ditulis untuk mencoba menjawab esensi apa tentang masalah ini, semoga menginspirasi 

Apa Kerja Harus sesuai Jurusan study?

Kuliah ambil jurusan tehnologi informasi, namun kerjanya jadi pramuniaga toko rokok elektrik atau vapor. Kuliah jurusan tehnologi pertanian, kerjanya jadi staf akutansi pabrik rokok. Adalagi yang kuliah jurusan hukum, tapi kerjanya jadi sopir taksi. Inilah fakta disekitar kita. Apa aneh? Apa ada yang salah?

Jawaban yang beredar adalah karena nasib. Yang bernasib baik, ya kerja sesuai gelar pendidikan yang dimilikinya. Yang gagal, yang jadi kambing hitamnya adalah nasib. Kok demikian?

Ada beberapa pandangan tentang esensi kerja harus sesuai jurusan study. Ini dianut kebanyakan dari orang tua kita. Mereka ingin kita hidup mulia dimasa mendatang. Pendidikan adalah bekalnya. Namun ada dua hal yang harus diperhatikan, karena jurusan study belum tentu sesuai dengan bakat minat dan kedua, karena ada paksaan dan wajib harus jurusan a, b dan c padahal kemampuan intelegensinya jurusan d, e atau f, maka hasilnya sekolah atau kuliah juga terpaksa. Semangat belajar rendah, dan lulus ala kadarnya. Dengan lulus dengan skill ecek ecek, apa mampu bersaing di dunia kerja? Terus jadi karyawan dengan status bawahan dengan kualitas SDM rendah dan tidak cocok dengan profesi tersebut. Apa hasilnya? Yang bodoh tentu menyalahkan nasib tanpa introspeksi diri, dan yang pandai tentu bisa cari solusi terbaik. 

Sekolah atau kuliah sebenarnya pengantar diri kita agar mampu melihat dunia dengan pikiran fresh dan semangat kita bertarung jadi tangguh. Diluar rumah adalah dunia keras penuh persaingan. Tidak dibutuhkan orang orang yang mudah putus asa dan dikit dikit mengeluh. Orang yang banyak alasan adalah cara paling efektif memagari diri sendiri bagai katak terjebak tempurung kelapa. Peluang entrepreneur dan start up terbuka luas, cuma bisa melihat dan merebutnya atau tidak. Yang banyak itu jadi duri untuk yang lain, padahal hanya iri dengki sementara dia sendiri gengsi dan tidak melakukan apa apa. Sukses bukan berdasar bacot mereka, tapi dari diri kamu sendiri. 

Salah profesi, salah siapa 

Tak ada yang salah sepanjang kita bisa menyesuaikan diri. Tahu bunglon? Dia hanya hewan, tapi bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Jika sudah merasa salah profesi, tak perlu cari siapa yang salah. Segeralah bertindak logis. Lihat peluang. Buka pergaulan baru. Keluarlah dari zona nyaman hidupmu. Itu baru hebat. Yang tidak nyaman dengan profesi, tapi mengeluh saja, akan jadi penghambat peningkatan kapasitas pribadimu.

Tak banyak tips, yang penting berani mengeksplore passionmu. Selamat berjuang, semoga sukses 

Malang, 27 Maret 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun