Pagi itu semangat baru. Bersama mentari. Bersinar diantara bunga. Yang merekah. Menyambut asa. Tapi tidak dengan diriku.
Perselisihan ini, bertumpuk. Satu tak selesai, berhias yang satu lainnya. Tak satupun sepakat, untuk diurai. Semua terbawa. Terpikul dikepala. Jadi beban. Dan semakin berat.
Aku hanya manusia biasa. Yang sudah lelah. Tak mampu jiwa ragaku. Dengan caramu. Dengan tuntutanmu. Karena semua ini karena Allah. Bukan aku yang kuasa.
Pagi seharusnya kau buat hatiku nyaman. Kau ringankan langkahku. Bukan kau bakar aku. Dengan pengadilanmu.Â
Aku bagai ranting ranting patah. Yang terinjak injak. Karena rejeki itu datang pada jiwa jiwa yang tenang. Yang ikhlas. Bukan jiwa yang dipenuhi amarah. Karena ucapanmu.
Suatu pagi dalam keresahan. Amarahmu menolak semua berkah. Sampai kapan dendam kuasai hatimu? Karena pagi pagi sudah kau tabur duri, dalam langkah lemahku.
Yang butuh siapa. Yang mengabulkan siapa. Â Bukti yang dipertanyakan. Kalimat yang diputar balik. Siapa yang tak marah. Sudah lelah, disakiti. Tanpa ampun.Â
Semakin lama, semakin tersiksa. Apa itu maumu. Kau puaskah dengan karma seperti ini. Karena pagi itu untuk semangat baru. Bukan untuk cari cari alasan. Agar runtuh jiwa jiwa yang sakit. Yang menghapus berkah. Sudah sulit ditambah sulit.Â
Suatu pagi dalam keresahan. Pengadilanmu tak menemukan solusi. Hanya jalan buntu. Dan amarah. Karena aku yang kau cari, aku dimasa lalu. Yang telah mati.Â
Sia sia. Rugi. Dan mubazir. Aku yang sekarang, kau sakiti. Untuk kepuasan dendam. Itu menambah siksa. Yang Tak akan memudahkan hidupmu. Karena api akan membakar semua asa. Menghentikan semua mimpi. Membunuh cita cita. Dan berkah akan mati. Untuk jiwa jiwa penuh balas dendam. Selamanya.
Malang, 4 Maret 2021