Temaram senja kala. Antara aku dan diriku sendiri. Jalan sepi itu jadi saksi. Saat aku harus berlutut. Menyerah pada pelukan malam.
Sayup serangga malam. Memberi irama, membuka tabir pekat. Masih adakah sedikit asa. Karena aku telah lelah. Langkahku terseret. Sudah tak kuat aku, dengan kisah ini.
Gelap menjemput. Tanpa lentera. Hanya keringat dingin membasuh. Saat asam lambung menusuk nusuk dada. Sakitku sendiri. Deritaku sendiri. Tak ada yang mau dengar lagi. Karena semua sudah pergi.
Aku orang asing yang terusir. Dari hidupku sendiri. Saat kasih sayang telah mati. Hanya bukti dan bukti yang dipertanyakan. Tanpa belas kasihan lagi. Dituding padaku. Seolah aku yang merencanakan semua ini. Untuk menjunjung tinggi pembenaranmu sendiri.
Hikayat orang yang tak tegas. Diombang ambing angin malam. Dalam gelap yang bukan aku ciptakan. Untuk mereka yang menari nari, sang dalang dari semua ini. Agar aku tersiksa, dia ngakak bahagia.Â
Monolog hati. Tentang dusta. Tentang keadilan yang akan ditegakkan. Siapkah menerima anugerahmu? Ambil saja. Itu milikmu. Agar kamu puas, dan tidak menangis drama lagi.Â
Aku tak mengeluh. Aku ikhlas. Apapun itu. Demi bahagiamu. Walau tak diakui. Walau tak dihargai. Aku mengalah. Agar keadilan ditegakkan. Dan dibukalah semua topeng topeng. Sanggupkah dirimu?Â
Tugasku usai. Untuk apa Bertahan, jika kau tersiksa. Karena bukan aku lagi cintamu. Sudahi saja. Akhiri saja. Tak perlu drama. Nyamanmu bukan aku lagi.
Jangan menambah pahit, saatnya aku pergi, tak akan kembali lagi. Kelak sudah usang tangismu. karena dustamu akan menjawab. Sudah terlambat semua. Karena yang kau butuh sekarang, bukan masa depan.Â
Malang, 16 Januari 2021
Oleh Eko Irawan.