Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menunggu untuk Dimengerti

15 Januari 2021   06:34 Diperbarui: 15 Januari 2021   06:50 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menunggu untuk dimengerti - dokpri

Aku sudah lelah bicara. Lidahku kelu. Yang bodoh itu siapa. Apa aku bicara dalam bahasa asing. Yang aneh. Yang tak dipahami.

Bagai sinyal tak dikenal. Yang mengirim pesan. Tapi tak ada yang paham. Apa semua empati sudah mati? Tak perlu dihargai. Sudah sirna tertelan bumi.

Aku menunggu untuk dimengerti. Aku disini hanya diam. Tak mengganggu siapapun. Aku hanya berkawan sepiku. Jaring jaring ini sahabatku. Agar semua tahu. Aku sedang menjaring berkah langit. Berkah hidup atau harus diakhiri.

Aku datang untuk dimengerti. Sedikit saja. Hidupku sudah aus. Nafasku sudah lelah. Aku terpuruk. Bukan tontonan lucu. Untuk apa aku diadili? Untuk apa aku dibully. 

Menunggu itu lelah. Cerita panjangku sudah tergelar. Tapi aku yang tetap pesakitan. Dicap tak tegas. Tak teges. Tak becus. Tak jelas. Padahal aku yang tersakiti. Aku korban yang jadi tersangka. Tapi aku yang dihukum. Inikah keadilan itu.

Tersenyumlah pagi. Atas hinaan sepanjang hari. Bagai pengemis yang ditolak. Pengamen yang tak dikehendaki. Tertolak disemua lini. Jadi kabar angin yang tak lucu lagi.

Aku menunggu untuk dimengerti. Kebenaran yang sejati. Keadilan yang hakiki. Ini bukan Mauku. Ini bukan rencanaku. Keadaan yang membuat aku terkunci. Dalam kisah yang aku sendiri tak mengerti.

Tapi jangan diamkan aku. Jika kau tega, usir saja aku. Agar takdir lain membawaku pergi. Agar aku tidak jadi patung bodoh. Yang memandangmu penuh harap. Menunggumu berteman hampa. 

Buatlah hidupku kembali menyala. Aku tak menuntut apa apa. Hanya ingin didengar. Jika aku ada. Agar bebanku terurai. Aku butuh dukungan. Aku tak butuh diadili. Apalagi disalahkan. Sudah capek pikiranku. Tak mampu aku sendiri. Dalam sakitku ini.

semoga segera berakhir. Pahitku ini. Aku tak mengeluh. Aku tak menciptakan sepiku sendiri. Aku hanya menunggu. Hingga tangan tangan malaikat datang. Menjemputku pergi. Pasrah dalam jalan Takdir Illahi.

Malang, 15 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun