Pagi adalah lembar baru. Kadang disambut hujan. Sejak semalam. Syahdu diantara asa. Sendu diantara duka. Tentang kisah langit pagi.
Hidup bukan diratapi. Tapi untuk dijalani. Susuri waktu. Walau lelah. Tanpa daya. Tapi teruslah berjuang.
Luka ini terlalu parah. Berdarah darah. Habis sudah semua kata. Habis sudah tetes air mata. Hanya pahit yang tersisa. Tertatih dalam duka.
Bertahan yang sakit. Ingin sudahi saja. Bara selisih yang tak kunjung padam. Menghias kelam. Semakin pekat. Tak tahu arah.Â
Berharap semilir angin pagi. Menghapus duka ini. Agar terobati. Untuk kembali melangkah. Walau payah. Tapi nasib harus terasah.
Lelah ini sudah parah. Hanya doa yang kupunya. Kisah tiada ujung. Dibahaspun hanya pelampiasan. Tanpa solusi. Mengejar menang yang tak berarti. Kalah yang tak dihargai.Â
Masih ada kisah langit pagi. Lukisan awan mewarna bumi. Biru. Tak perlu haru. Jalani saja. Dengan tekad. Ikhlas dan berserah diri. PadaNya. Sang Penguasa Langit.
Tak mengeluh. Berjalanlah terus, walau Bermandi peluh. Berjuanglah terus, walau raga lusuh. Lalui nasib hina Dina nan kumuh. Pantang mundur, bersama embun membasuh.
Aku tak menyerah. Aku berpasrah. Berjuang tanpa lelah.
Malang, 13 Januari 2021
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H