Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Penulis - Menulis itu Hidup
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pantang mundur seperti Ikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bahagia yang Terlarang

13 Januari 2021   01:00 Diperbarui: 13 Januari 2021   01:12 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahagia yang terlarang dokpri

Kenapa masih juga tak dipercaya. Ini tentang harga diri. Aku sudah cukup terhina. Karena ditunda tunda. Semakin lama, semakin jatuh. Apa aku hanya tontonan?

Bahagia yang terlarang. Itu sudah jatah harian. Sejakku kecil. Kenapa tak ditata sebelum terlambat. Padahal bisa, padahal mampu ada.  Tapi kenapa kau sembunyikan dalam dusta.

Hidup sekali, dipenjara larangan. Dibatasi takut dan kekhawatiran. Banyak pertimbangan, banyak alasan. Yang lain sudah merdeka, disini masih sibuk cari utangan. Cari penghidupan. 

Kenapa mempersulit, padahal hidup sudah pahit. Bagai anak ayam kelaparan, padahal tinggal digudang harta kekayaan. Apa yang lebih dipertahankan. Semua ini hanya titipan. Kenapa tak dipergunakan.

Aku sudah bosan. Aku sudah jenuh. Setiap hari dalam kesulitan. Tiap hari dalam kekurangan. Terus bertambah memikul beban. Luntang Lantung hidup tanpa tujuan.

Duhai hidup. Tak adakah sedikit bahagia untukku? Aku ingin memilikinya. Walau sesederhana mungkin. 

Apa ini sudah adil. Padahal itu hakku sendiri. Sabar mana lagi yang harus kutunjukan.

Ujian hidup. Bahagia yang terlarang. Hanya satu petisi. Ini dzolim. Seolah aku yang laknat. Padahal ini tak dibawa mati. Kenapa terlarang menikmati.

Tertunda, akan Mati sia sia. Ditertawakan semesta. Sebagai orang bodoh tak berguna. Diberi amanah untuk sarana. Tongkat estafet harus segera dibawa. Agar obor terang, segera menyala. 

Semoga ada keajaiban. Agar ini indah pada waktunya. Jangan ditunda lagi. Cobalah mengerti. Hidup memilih. Jika ada jalan mudah, kenapa memilih jalan susah. 

Butuh itu sekarang, bukan nunggu masuk jurang. Inilah balada orang orang dungu. Suka menunda dan menunggu. Hanya tumbal tontonan palsu. Baru bergerak setelah diketok palu. Sungguh drama yang tidak lucu. Menyiksa hidup anak cucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun