Aku cemburu. Kenapa bukan aku. Yang bersamamu. Karena ada dia. Dan dia pilihan hidupmu. Bukan aku.
Aku masih menunggu. Tak berbatas waktu. Mungkin sampai berlumut. Dan perlahan mati. Sungguh cinta yang berat. Tak bisa memilikimu. Hanya bisa melihatmu. Tanpa bisa berbuat apa.
Jika aku bertahan, aku semakin sakit. Luka kemarin belum sembuh. Kau memang menghargai hadirku. Namun aku terlalu jauh. Sekalipun aku takut jatuh cinta padamu.
Kau memang memberiku tempat. Tapi bukan dihatimu. Aku hanya ada di beranda belakang. Jauh bersama nyamuk nyamuk liar. Susana, dalam rumah ilusi. Berkawan imajinasi.
Sedih ketika aku terus sendiri. Merana dalam kisah mencintai sendiri. Hanya mampu khayal, tanpa memiliki. Kamu ada, sangat dekat denganku. Namun perasaan ini telah terlarang.
Dan saatnya cinta ini direvisi. Tak mungkin memaksa diri. Akan banyak yang tersakiti. Semakin lama, semakin sakit hati. Tak ditengok dan dihat lagi. Karena hadirku membawa bencana hati.
Aku akan tetap disana. Mempertahankan benteng cinta. Yang terlanjur kuat. Menantang sikap. Tak berubah dalam badai. Walau akan ada drama, dengan lainnya. Agar aku tetap dekat denganmu.
Terpaksa. Tapi apa daya. Apa cara. Aku tak kuasa pergi. Aku harus tetap ada. Tapi drama lain harus tayang. Agar cinta kita tetap utuh. Tetap ada. Tetap abadi. Dalam kisah rahasia. Untukmu selamanya.
Malang, 10 Januari 2021
Oleh Eko Irawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI