Jembatan bambu. Menuju sawah. Diseberang. Kelahan harapan. Bertanam padi. Untuk hidup. Dan terus hidup.
Inilah makna jembatan bambu. Tak begitu penting, melompat pun bisa. Tapi berarti. Seperti antara aku dan dirimu.
Harus ada jembatan hati. Agar kita tak jalan sendiri sendiri. Entah aku yang kesana. Atau kamu yang kesini. Lewati jembatan hati.
Tak bisa saling tebak. Saling terka. Hidup bukan teka teki. Salah tafsir, fatal. Salah sangka, bahaya. Karena tak terjembatani. Jadi terjebak prasangka, yang tak pasti.Â
Melihatku, kamu bisa salah. Bisa terilusi. Bisa Fatamorgana. Bisa salah Persepsi. Begitu pula aku, padamu. Semua harus terhubung. Komunikasi tersambung. Dengan bicara langsung.
Jembatan bambu yang sederhana. Membantu kita kesana. Untuk bicara. Ini jangan diremehkan. Karena cinta itu ada. Diantara kita. Ada aku. Ada kamu. Bukan sendiri. Tapi harus terjembatani. Dengan kasih. Dengan tulus. Tanpa prasangka.
Datanglah wahai cinta. Seiya sekata. Merdu satu nada. Bersatu dalam Berdua. Dalam temu dan bicara. Tak perlu tunda. Ada kendala, bahas secepatnya. Jembatan hati harus ada. Diantara kita.
Malang, 28 Desember 2020
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H