Bukan judul Film Action. Bukan pula judul Sinetron. Apalagi Telenovela. Ini tentang kisah hidup. Saat kompresor telah mati. Hanya seonggok mesin tak berarti. Tak punya fungsi. Dijual pun tak ada yang beli. Tak bisa Diratapi.
Hidup itu perjalanan. Naik motor menuju tujuan. Belum sampai. Tapi rodapun lelah. Gembos. Terkena ranjau jalanan. Terpaksa didorong. Tak punya uang untuk nambal ban, apalagi ganti ban. Dompet kosong. Ketemu tukang, angkat tangan. Pipis saja, bayar. Jasa apalagi yang gratisan?Â
Itulah hidup saat terendah. Tak punya apapun. Tak ada penolong. Jadi tontonan. Bukan drama. Karena sang penolong sudah the dead compresor. Ada, tapi tak berguna.
Terhinakan dijalankan. Kelaparan. Sembunyi dari penagih. Tak bisa bayar. Gaji habis untuk bayar utang. Hidup indah hanya impian. Dorong motor hingga tujuan. Dan diusir tanpa pertolongan.Â
Orang baik sudah langka. Dorong motor, dicurigai orang. Dipotret. Dijadikan berita. Dipasang dimedia sosial. Disangka maling. Kok teganya. Tak ditolong, tapi disangka pencuri. Sungguh mulia kelakuannya. Informan cepat tanggap, tapi pemuja hoax. Seolah hebat dan gagah. Tak peduli Yang jujur dalam musibah, dicap Durjana. Disebar di dunia Maya.Â
Sudahlah...inilah hidupku. Saat gembos motorku. Terhenti dalam duka. Tapi tetap jadi tersangka. Sungguh mulia kelakuannya.
The dead compresor. Ada. Tapi mati. Ya sudahlah.... Jalani aja. Terus hingga berakhir jalanan ini. Dengan sabar. Dan pasrah.
Malang, 26 Desember 2020
Oleh Eko Irawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H