Kadang menyerah jadi pilihan. Ketika sangat lelah. Tak bisa berpikir. Buntu. Tak ada lagi yang peduli. Seperti rumput rumput liar.
Aku ada, dianggap tak ada. Suaraku tak didengar. Chatku tak dilihat lagi. Bertemupun tak ada wicara. Hanya sebatas apa kabar.
Bahasa mata yang sulit diterjemahkan. Tapi bisa dirasakan. Seperti kata hati. Misteri pesan krenteg ati. Dalam sanubari.
Kau telah membawaku kesini. Tidak sekedar dibutuhkan, tapi dihargai. Peranku. Sumbangsihku. Sebuah hidup baru. Sebuah langkah. Sebuah solusi.
Cinta tak salah, tapi salah waktu. Aku sadar. Aku bisa mengerti. Jika itu tak mungkin. Aku ada, dianggap tak ada. Kau ada, tapi tak bisa kumiliki.
Bukan untuk menyerah. Hari demi hari terus berjalan. Bukan untuk merenung. Tapi semangat merebut asa. Walau hanya sebagai sang pengamen puisi. Ada cita. Ada harap. Ada pilihan. Dan aku tak boleh diam.
Inilah saat yang tepat. Untuk terus, atau terhenti. Menyerah berarti terhenti. Dan maju, berarti berjuang. Dengan semangat, untuk mencapai jati diri. Agar lebih dihargai. Bermakna. Bangkitlah dari diri, sendiri.
Selamat pagi hari ini.Â
Malang, 16 Desember 2020 oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H