Saatnya berani bermimpi. Terbang Tinggi ke langit. Berjuang bersama, dengan krenteg ati. Tawakal pada Illahi. Memulai langkah, berucap bismillah di hati.
Pasti ada wahana. Untuk terbang kesana. Bersama burung besi. Membelah langit. Tidak sekedar menulis. Tentang puisi. Tentang jejak karya. Tapi memberi bukti. Bukan sekedar mewarta, tapi telah jadi sejarah yang diwarta.
Sang pengamen puisi. Menghibur duka lara. Walau dibaca sendiri. Tapi ini potret sumbangsih. Dengan mengawali. Sebuah bukti nyata. Tanpa drama. Tanpa topeng. Apa adanya.
Tak diakui, tak apa. Tak dilihat, tak masalah. Dianggap receh, tak menangis. Tak dikenal, biarkan saja. Tak ada paksaan. Tak ada keharusan. Dinikmati saja. Disyukuri tanpa keluh kesah.Â
Ini karyaku. Potret kecil sumbangsih. Refleksi diri. Belajar berkarya. Dan terus berkarya. Majukan sastra. Melatih olah kata.
Terbang tinggi ke langit. Untuk menemukan jati diri. Melangkah pasti. Jadi sejarah terbukti. Diremehkan itu hal biasa, karena sekarang bukan siapa. Pengamen tak punya nama. Penyair tak berlabel. Tak ada yang lihat. Dianggap gila. Sampah recehan yang terbuang.
Inilah batas putus asa. Antara menghunjam bumi, atau terbang tinggi. Yang penting semangat berkarya. Tak urus orang bicara. Biarkan Panji Panji kejayaan berkibar. Menebas galau. Menghalau sedih. Mengusir tangis. Menyinari peradaban.
Hidup harus dijalani. Selalu syukuri. Berusaha ikhlas, sabar dan sepenuh hati. Tawakal pada Illahi. Hasil tak akan mengingkari perjuangan ini. Bismillah, dimulai. Menuju kesana, Terbang ke langit tinggi.
Malang, 15 Desember 2020, oleh Eko Irawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H