Aku tak ingin jadi orang jahat. Ini karena keadaan. Karena situasi. Karena alasan yang tak bisa dipahami. Mengalir saja. Datang dan tak bisa ditolak.
Aku sendiri. Suntuk. Galau. Tersakiti. Pertemuan itu, membawa perubahan. Kau obati perihku. Walau diawal, kau teman curhatku. Tapi aku merasa nyaman denganmu. Dan tumbuhlah bunga terindah. Memberi warna.Â
Pelahan aku mulai berharap, bisa bersamamu. Jalani apa adanya. Nikmati apa yang tersedia. Walau banyak selisih, jembatani perbedaan, temukan kebersamaan.
Tapi kau masih ragu. Karena bukti belum ada. Hingga kau ciptakan jarak. Ceritapun kau munculkan. Seolah aku bukan pilihanmu lagi. Dan aku harus pergi.
Kesedihan kembali melanda, dan muncullah dia. Bunga yang lain. Jujur dia lebih baik. Lebih sempurna. Aku takut jatuh cinta padanya. Karena itu tak mungkin.
Inilah dilema. Walau kau cerita menyayat hatiku, aku tetap sayang padamu. Namun kekosongan ini terisi olehnya. Akupun Jalan diantara dua cinta. Ada kurang dan lebihnya. Pilih siapa?
Memilih diantara dua bunga. Dilema. Memilih satu, menyakiti yang lain. Tak memilih, kesepian. Jalani keduanya jadi beban. Disatukan, apa mungkin.
Semoga ada keajaiban. Ikuti saja krenteg ati. Mengalir. Seperti air. Semua ini ada hikmahnya. Pasti ada jalan terindah, nanti. Hidup memang memilih, dan aku pasrah pada KuasaNya.Â
Terima kasih, Kalian berdua tetap yang terbaik. Terindah. Aku terjebak dalam pesona asmara. Aku tak kuasa menolak. Terpaksa jalani dua cinta. Mohon maaf Sayangku, aku bukan bermaksud menduakanmu, tapi keadaan ini memaksaku, seperti ini.
Malang, 14 Desember 2020 oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H