Bacot Tonggo. Ngecap Rupo. Dianggep Buto. Ora duwe Roso. Begitulah ghibah tetangga. Tanpa klarifikasi. Berita hoax jadi konsumsi. Dianggap benar dibumbui. Jadi trading topik. Dipercayai lagi.
Jadilah manusia dirugikan. Disepelekan. Seolah jadi Kuasa Tuhan yang menghakimi. Seolah bisik bisik itu maha kebenaran. Mereka melampaui keadilan Yang Kuasa.Â
Protes pada siapa. Buang energi percuma. Sudah terlanjur dicap raksasa. Angkara. Anak durhaka. Buto jahat tak punya rasa. Padahal itu topeng.Â
Ciptaan cerita tetangga. Yang ditelan mentah. Tanpa disaring. Tanpa dipilah. Terus dijadikan kebenaran. Lantas dijadikan keputusan. Mutlak. Lalu dibumbui. Jadi tertawaan. Ngakak bersorak gembira, seolah itu sudah diijabahi Allah. Menari nari diatas perasaan tersakiti. Usaha apapun, masih dikasih cap. Jadi merk. Jadi branding. Apa itu adil?
Tak tahu jangan omong. Diam bukan dianggap tak teges. Tak tegas. Tak becus. Ada hak tanya. Ada hak jawab. Ada bukti, tapi tak didengar. Tak dilihat. Topeng Buto, tetap Buto. Padahal ada keadilan Allah, apa tak takut saat amalmu jadi sampah nanti? Menyesal dikemudian hari?
Ya sudahlah. Ini hanya panggung. Drama topeng kehidupan. Aku hanya bismillah. Rubah nasibku sendiri. Usaha sendiri. Tak kankubalas. Biar keadilan bicara. Saat semua bukti terbuka. Menyesal nanti itu milik mereka.Â
Sekarang memang susah. Pendaftaran yang dianggap lucu. Berat. Tapi silahkan saja puas menghakimi.Â
Nanti akan tahu. Tahi kau bungkus coklat Itali. Tetap tahi. Dan kebenaran ini, walau kau anggap tahi, akan tetap benar, saatnya nanti.
Drama topeng kehidupan. Hanya panggung sandiwara. Dinikmati saja. Saatnya terbukti, jangan hina lagi. Kesempatan tidak datang berkali kali.
Ghibah never ending story. Hidup bukan prank. Hidup bukan banyolan. Hidup ini percaya krenteg ati, yang suci. Lihatlah yang perlu. Dengarkan yang penting. Rasakan dengan hati tulusmu. Siapa bertopeng Buto yang sesungguhnya. Nikmat apa lagi yang kau dustakan
Bumi Tlatah Toempang, 13 Desember 2020
Oleh Eko Irawan