Aku berkelana. Mencari. Tempat itu. Dan dirimulah yang membawaku. Kesana.
Kembara hatiku. Bersamamu. Membuatku nyaman. Tenang. Dan kutemukan jawabnya. Kutemukan tempatnya. Kutemukan harapannya. Kutemukan jalannya. Jalan takdir tanpa rencana.
Seperti air mengalir. Aku datang dalam sedihku. Dalam putus asa ku. Tentang hidupku. sendiri. Tanpa punya apapun.Â
Skenario Yang Kuasa. Terbuka. Karena krenteg ati. Membimbing. Membuatku melangkah. Terus berjalan. Â
Aku tak mencari apa apa. Aku hanya ingin dihargai. Aku punya darma Bhakti. Untuk tlatah yang telah ada seribu tahun. Bumi Pertiwi memangilku berbakti. Bersama beningnya belik kali akhir. Menyusun keping sejarah.Â
Tentang gumuk urung urung. Tentang digdayanya wangsa senilir. Bersatu bersama Rajasa. Menyatukan Nusantara. Hingga ke darmassraya, membawa amogha Pasha. Tentang Panji dan topeng slilir. Tentang derap gerilya kakekku sendiri. Berkisah tentang babal, buah nangka muda. Saat dikepung Belanda. Dan terhenti di kolam Nila. Membangun asa.Â
Ini adalah awal. Membangun mimpi. Bersamamu. Kau membuatku kuat. Bersamamu aku tangguh. Selamat datang keajaiban. Tanpa rencana, tiba tiba terpanggil datang. Untuk berkarya.
Semoga cemerlang bagai Surya. Syahdu bagai rembulan. Segar seperti airnya. Bermain ceria bersama ikan ikan nila. Tak ada rencana. Mengalir begitu saja.Â
Terima kasih kuucapkan padamu. Kasihmu menuntunku datang berbakti. Datang mengukir kisah. Menemukan makna. Membangun asa. Mewujudkan cita cita. Memulai kembali tugas darma. Karena hasil tak akan mengingkari usaha.
Bismillah, kumelangkah.
Tlatah Bumi Slilir, 10 Desember 2020