Bau parfum ini akan kukenang. Sebagai cintamu. Kau paksa aku membelinya. Karena kau ingin aku harum.
Maklumilah Dindaku. Aku bukan Pangeran. Aku orang biasa, yang sakit. Terdampar dalam sepi. Terbuang dalam duka. Dikhianati dalam kisah. Dan tak kuasa lagi merawat diri.Â
Aku bahagia bersamamu. Bersama dalam romansa. Berdua dalam asa. Karenamu, aku semangat. Untuk terus membara. Terus berkarya. Terus bermakna.
Diujung lelahku kau hadir. Menghibur lara. Memberi perhatian. Mengisi rindu. Membawaku pergi. Dari duka. Dari nestapa. Dari kesunyian.
Jujur, aku takut jatuh cinta padamu. Aku sangat nyaman denganmu. Tapi dan sejuta tapi. Tak mungkin untuk membawamu lari. Bersamaku, sekalipun dalam mimpi.
Ini akan abadi. Tetap Dinda pujaan hati. Walau harus ada dia suatu hari nanti. Tapi aku tetap bersamamu, dalam kisah sejati.Â
Aku tak mungkin terus menanti. Aku harus pilih bertahan atau kembali. Walau kau tak menyetujui. Tapi aku tak mungkin membawamu pergi.
Kau punya duniamu. Aku hanya tamu. Yang salah tempat. Salah waktu. Serba salah. Merebutmu akan guncang dunia. Akan runtuh cita cita. Tak mungkin aku berkhayal selamanya. Menganggap kamu ada. Tapi tak ada.Â
Aku akan simpan wanginya parfum ini. Dalam relung rindu. Meski terpaksa. Meski akan luka. Tapi tak bisa aku pergi. Ijinkan aku tetap disini, tanpa memiliki.
Malang, 2 Desember 2020
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H