Menunggumu. Sampai kapan. Aku pantang menyerah, tapi melihatmu aku menangis. Karena aku tak disana. Bersamamu.
Menunggumu. Aku hanya bisa berharap. Merenungi langkah yang semakin kabur. Semakin buram. Semakin tak terlihat. Semu. Tak tahu lagi kemana. Bagaimana.Â
Dilema. Antara menunggu atau beranjak pergi. Menunggu tapi tiada pasti. Pergi tak kuasa memiliki. Aku tak bisa pergi tanpa membawamu. Karena disana, aku ingin bersamamu. Menjalani sisa usiaku.
Dan diamku disini menyiksa diri. Aku kesepian. Tak ada kejelasan. Hanya diam. Diam dan diam. Tak berguna. Seperti patung. Terbunuh waktu. Menua. Tanpa asa.
Cinta ini tercurah begitu indahnya. Begitu mempesona. Semua sudah kupersembahkan. Tapi dan tapi.Â
Aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Terbelenggu dalam cinta tanpa ujung. Hanya bersandar ditiang bambu. Bersama tetesan air mata. Sesaknya dada. Hancurnya asa. Menanti yang tak ada. Yang Tak bisa kumiliki. Karena aku menunggu dalam kesepian.
Mungkin aku harus kembali padanya. Tapi kamu tak akan rela. Inilah dilema cinta diantara kita. Tak bisa kembali. Tak mungkin pergi. Tapi tetap tak bisa memiliki.
Malang, 29 November 2020
Oleh Eko Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H