Ibu ibu itu bergerombol. Berunding serius dengan wajah tegang. Sekali kali melihat kejalan. Tak peduli anak anaknya rewel. Dengan sigap ditapuk bibirnya. Diam kesakitan. Merasa perih Mengucurkan darah.
Abang berjaket kulit. Datang siang dengan tagihan. Marah marah kalau tak dibayar. Belum lunas, iming iming uang. Ibu ibu itu utang untuk utang. Harian.
Ibu ibu itu pagi bawa buntelan. Mengungsi pergi ke pegadaian. Bawa baju, Jarit dan barang ringan. Nang gaden golek utangan.Â
Tergopoh gopoh pulang untuk Abang cicilan awan. Bang titik pujaan. Tersenyum lega setelah bisa bayar.Â
Hidup adalah utang. Utang sedikit kurang. Utang banyak sulit bayar. Tidak utang butuh. Gaden jadi pilihan. Bank titik jadi idaman. Gali lubang tutup lubang. Sisanya untuk beli beras dan pangan.Â
Inilah balada kampung tukang utang. dimarahi saat Suami pulang tak bawa uang. Padahal sekali sebulan terima gaji bulanan. Tapi harus bayar harian. Usaha hanya bohongan. Â Gadai sana sini untuk kepalsuan.
Balada utang tanpa solusi, kapan berakhir?
Malang, 13 November 2020
Oleh Eko irawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI